Alergen utama tersembunyi dalam struktur protein susu.
Alergi susu sapi (Cow's Milk Allergy/CMA) adalah salah satu alergi makanan yang paling umum terjadi, terutama pada bayi dan anak-anak kecil. Alergi ini berbeda dengan intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa disebabkan oleh kekurangan enzim laktase untuk mencerna gula susu (laktosa), sedangkan alergi susu adalah respons sistem kekebalan tubuh terhadap protein yang terkandung di dalam susu. Sistem imun secara keliru mengidentifikasi protein susu sebagai ancaman, memicu reaksi alergi yang dapat berkisar dari ringan hingga mengancam jiwa (anafilaksis).
Inti permasalahan dari alergi susu terletak pada proteinnya. Meskipun banyak jenis protein ada dalam susu, dua kelompok protein utama bertanggung jawab atas sebagian besar reaksi alergi. Memahami protein mana yang menjadi pemicu sangat penting untuk diagnosis dan pengelolaan diet yang efektif.
Susu sapi mengandung sekitar 80% kasein dan 20% protein whey. Kedua kelompok ini adalah target utama dari respons alergi.
Kasein merupakan komponen protein mayoritas dalam susu. Kelompok kasein terdiri dari beberapa jenis protein, seperti alfa-S1, alfa-S2, beta, dan kappa-kasein. Protein ini cenderung lebih stabil terhadap pemanasan (pemasakan), yang berarti susu yang telah diproses atau dipanggang (seperti keju keras atau yogurt) masih mengandung kasein aktif. Banyak individu yang alergi terhadap susu sapi alergi terhadap salah satu atau lebih fraksi kasein ini.
Whey adalah protein yang tersisa setelah kasein diendapkan, biasanya ditemukan dalam cairan bening kehijauan saat susu menggumpal. Protein whey lebih mudah dicerna daripada kasein. Kelompok whey terdiri dari dua protein dominan yang sering menjadi pemicu alergi:
Menariknya, beberapa orang hanya alergi terhadap whey dan dapat mentolerir produk susu yang tinggi kasein (walaupun ini jarang terjadi), atau sebaliknya. Namun, sebagian besar alergi susu melibatkan reaksi terhadap kedua kelompok protein tersebut.
Karena protein kasein dan whey adalah alergen utama, menghilangkan semua produk susu dari diet menjadi keharusan bagi mereka yang terdiagnosis alergi susu. Tindakan ini melampaui sekadar tidak minum segelas susu. Alergen ini terdapat tersembunyi dalam berbagai produk olahan makanan.
Bagi penderita alergi, penting untuk selalu membaca label nutrisi secara cermat. Bahan-bahan yang harus dihindari meliputi:
Dalam kasus yang lebih sensitif, kontaminasi silang (cross-contamination) saat memasak atau memproses makanan menjadi perhatian serius. Meskipun ada beberapa produk "bebas laktosa," produk ini tetap mengandung protein susu dan aman bagi mereka yang alergi. Satu-satunya solusi adalah memilih alternatif non-susu sepenuhnya, seperti susu nabati (kedelai, almond, oat, beras) yang diverifikasi bebas kontaminasi.
Penting untuk menegaskan kembali perbedaan antara kedua kondisi ini. Intoleransi laktosa adalah masalah pencernaan; tubuh kekurangan enzim laktase. Gejalanya terbatas pada sistem pencernaan (kembung, diare, gas). Alergi susu, di sisi lain, adalah respons imun. Gejalanya bisa mengenai kulit (gatal, ruam, eksim), pernapasan (mengi, sesak napas), atau pencernaan, dan berpotensi menyebabkan syok anafilaksis. Mengidentifikasi pemicu yang tepat—protein (alergi) atau gula (intoleransi)—sangat menentukan langkah penanganan medis yang harus diambil.