Soya atau kedelai merupakan salah satu tanaman polong-polongan yang sangat populer dan digunakan secara luas dalam berbagai produk makanan di seluruh dunia. Kedelai dikenal karena kandungan proteinnya yang tinggi dan serbaguna, ditemukan dalam bentuk tahu, tempe, susu kedelai, minyak, hingga bahan tambahan makanan. Namun, bagi sebagian orang, konsumsi kedelai dapat memicu reaksi alergi yang dikenal sebagai **alergi soya**.
Alergi soya adalah respons sistem kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap protein yang terkandung dalam kedelai. Bagi penderitanya, paparan terhadap protein soya sekecil apa pun dapat menimbulkan gejala yang bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang mengancam jiwa (anafilaksis).
Ilustrasi: Respons sistem imun terhadap protein soya.
Penyebab Utama Alergi Soya
Alergi soya dipicu oleh protein tertentu dalam kedelai. Sistem kekebalan tubuh keliru mengidentifikasi protein ini sebagai ancaman dan melepaskan antibodi imunoglobulin E (IgE). Antibodi ini kemudian memicu pelepasan histamin dan zat kimia lainnya yang menyebabkan gejala alergi.
Perlu dicatat bahwa alergi soya seringkali muncul pada masa kanak-kanak. Meskipun banyak anak yang tumbuh besar dan tidak lagi alergi terhadap soya seiring bertambahnya usia (toleransi berkembang), beberapa orang akan mengalaminya seumur hidup.
Gejala Alergi Soya
Gejala alergi soya bervariasi tingkat keparahannya dan dapat muncul dalam hitungan menit hingga beberapa jam setelah terpapar. Gejala umum meliputi:
- Reaksi Kulit: Gatal-gatal (urtikaria), ruam merah, atau eksim.
- Gangguan Pencernaan: Sakit perut, muntah, diare, atau kram perut.
- Masalah Pernapasan: Hidung tersumbat, bersin-bersin, sesak napas, atau mengi.
- Pembengkakan: Pembengkakan pada bibir, lidah, atau tenggorokan.
Mengidentifikasi dan Mendiagnosis
Diagnosis alergi soya biasanya melibatkan kombinasi riwayat medis pasien dan tes alergi. Dokter spesialis alergi akan menanyakan secara rinci tentang makanan yang dikonsumsi dan reaksi yang terjadi. Tes yang umum dilakukan meliputi:
- Tes Tusuk Kulit (Skin Prick Test): Sejumlah kecil ekstrak protein soya ditempatkan di bawah kulit untuk melihat reaksi lokal.
- Tes Darah (IgE Spesifik): Mengukur jumlah antibodi IgE dalam darah yang bereaksi terhadap protein kedelai.
Menghindari kacang tanah, kacang pohon, atau alergen lain sering disarankan sementara menunggu hasil tes, karena ada potensi alergi silang.
Penanganan dan Pengelolaan Alergi Soya
Saat ini, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan alergi soya. Penanganan utamanya adalah menghindari paparan terhadap kedelai sepenuhnya. Ini membutuhkan kewaspadaan tinggi karena kedelai seringkali tersembunyi dalam berbagai produk olahan.
1. Penghindaran Ketat
Langkah paling krusial adalah membaca label makanan dengan teliti. Bahan-bahan yang mengandung soya yang harus diwaspadai antara lain:
- Susu kedelai, yogurt, keju.
- Tofu, tempe, miso, edamame.
- Kecap (kecuali jika tertera bebas soya).
- Protein nabati terhidrolisis (HVP) atau protein sayuran.
- Minyak sayur (walaupun minyak kedelai yang telah dimurnikan seringkali aman, konsultasi dokter diperlukan).
2. Rencana Tindakan Darurat
Bagi penderita yang rentan mengalami reaksi parah, dokter biasanya akan meresepkan auto-injector epinefrin (seperti EpiPen). Pasien dan keluarga harus dilatih cara menggunakannya secara cepat dan tepat jika terjadi anafilaksis.
3. Alternatif Makanan
Mengganti produk berbahan dasar soya memerlukan pemahaman tentang alternatif nutrisi. Untuk menggantikan susu kedelai, bisa digunakan susu almond, susu oat, atau susu beras. Untuk sumber protein, fokuskan pada daging tanpa lemak, telur, atau legum lain yang aman dikonsumsi.
Kesimpulan
Alergi soya adalah kondisi yang memerlukan manajemen berkelanjutan melalui penghindaran yang cermat dan kesadaran akan risiko reaksi alergi. Meskipun kedelai adalah bahan pokok di banyak makanan, dengan informasi yang tepat dan perencanaan yang matang, penderitanya dapat menjalani hidup sehat dan aman tanpa perlu mengorbankan kualitas nutrisi.