Salah satu isu yang sering muncul dalam dunia kuliner, khususnya bagi masyarakat Muslim yang sangat memperhatikan kehalalan makanan, adalah penggunaan bumbu tertentu. Salah satu bumbu yang kerap menimbulkan perdebatan adalah **Angciu** (juga dikenal sebagai 'Ang Chiu' atau *Shaoxing Rice Wine*).
Angciu adalah sejenis minuman beralkohol yang terbuat dari fermentasi beras ketan. Bumbu ini sangat populer dalam masakan Tiongkok (Chinese cuisine) karena memberikan aroma khas, kedalaman rasa (umami), serta membantu melembutkan daging. Kadar alkohol dalam Angciu biasanya bervariasi, namun umumnya cukup signifikan sebelum diolah lebih lanjut dalam masakan.
Di pasaran, Angciu sering dikategorikan berdasarkan kandungannya. Ada yang dijual murni sebagai minuman (seperti anggur beras) dan ada yang secara spesifik dijual sebagai bumbu masak. Perbedaan utama yang sering menjadi titik fokus perdebatan adalah kandungan etanol di dalamnya.
Prinsip dasar dalam Islam mengenai konsumsi zat yang memabukkan (khamr) adalah keharamannya. Hal ini didasarkan pada Al-Qur'an dan Hadis yang secara tegas melarang segala bentuk minuman keras, baik yang dikonsumsi dalam jumlah banyak maupun sedikit.
Namun, ketika Angciu digunakan sebagai bumbu masak, situasinya menjadi lebih kompleks. Ada dua pandangan utama yang berkembang di kalangan ulama dan lembaga fatwa:
Pandangan ini berpegang teguh pada kaidah bahwa segala sesuatu yang berasal dari proses fermentasi yang menghasilkan alkohol (khamr) adalah haram, terlepas dari bagaimana zat tersebut digunakan.
Pandangan lain mempertimbangkan proses pengolahan (pemanasan) dalam masakan. Menurut pandangan ini, jika alkohol menguap sepenuhnya karena proses pemanasan tinggi (seperti proses memasak yang mendidih lama), maka zat yang tersisa dianggap telah hilang status khamr-nya.
Namun, kritik terhadap pandangan ini adalah: pertama, tidak semua masakan dimasak hingga alkohol benar-benar menguap tuntas; dan kedua, meskipun alkohol menguap, ada potensi kontaminasi zat-zat lain yang berasal dari khamr.
Untuk menjawab kebutuhan pasar Muslim, beberapa produsen kini menawarkan alternatif bumbu beras yang mirip dengan Angciu namun dipastikan bebas alkohol. Bumbu ini sering kali berupa cuka beras (rice vinegar) atau sejenisnya yang telah melalui proses penghilangan alkohol sepenuhnya atau memang tidak difermentasi hingga menghasilkan etanol signifikan.
Kunci utama adalah labelisasi. Jika sebuah produk diklaim sebagai bumbu masak dan mencantumkan logo sertifikasi halal dari lembaga terpercaya (seperti BPJPH di Indonesia atau MUI), biasanya produk tersebut telah diverifikasi bahwa tidak ada kandungan alkohol yang tersisa atau bumbu tersebut memang bukan turunan khamr.
Berdasarkan prinsip kehati-hatian (prinsip ihtiyath) yang dianjurkan dalam Islam terkait syubhat (keragu-raguan), mayoritas lembaga fatwa cenderung mengambil jalur yang paling aman.
Angciu tradisional yang mengandung alkohol jelas diharamkan.
Oleh karena itu, bagi konsumen Muslim yang ingin mengonsumsi masakan oriental tanpa keraguan:
Kehati-hatian terhadap bahan-bahan yang dapat menyeret pada hal yang haram adalah bentuk ketaatan yang dianjurkan. Dalam konteks Angciu, menghindari penggunaan bumbu yang jelas mengandung khamr adalah jalan terbaik.