Aqidah Islam Adalah Fondasi Keimanan Umat Muslim
Setiap agama atau kepercayaan memiliki landasan dasar yang menjadi pondasi bagi seluruh ajaran dan praktik keberagamaan pengikutnya. Dalam Islam, landasan fundamental ini dikenal sebagai Aqidah Islam. Pemahaman yang benar dan mendalam tentang aqidah adalah krusial bagi setiap Muslim, sebab ia merupakan inti dari keimanan, penentu arah hidup, serta benteng dari segala bentuk kesesatan dan penyimpangan. Artikel ini akan mengupas tuntas tentang apa itu aqidah Islam, komponen-komponen utamanya, sumber-sumbernya, tujuan mempelajarinya, hingga implikasinya dalam kehidupan seorang Muslim.
Apa Itu Aqidah Islam? Definisi dan Makna
Secara etimologi, kata "Aqidah" berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kata 'aqada (عقد) yang berarti mengikat, menyimpulkan, atau mengukuhkan. Dari akar kata ini lahirlah kata al-'aqdu (العقد) yang berarti ikatan, simpul, perjanjian. Oleh karena itu, aqidah secara bahasa merujuk pada keyakinan atau keimanan yang terikat kuat di dalam hati, tidak goyah, dan tidak diragukan lagi.
Dalam terminologi syariat Islam, aqidah Islam adalah kumpulan keyakinan dasar dan prinsip-prinsip fundamental dalam Islam yang harus diyakini oleh setiap Muslim dengan sepenuh hati, tanpa keraguan sedikit pun. Keyakinan ini mencakup segala hal yang berkaitan dengan ketuhanan, kenabian, hari akhir, dan segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya secara pasti. Aqidah bukanlah sekadar pengetahuan, melainkan penerimaan dan pengakuan hati yang mendalam yang kemudian tercermin dalam lisan dan perbuatan.
Para ulama mendefinisikan aqidah dengan berbagai cara, namun intinya sama. Misalnya, Imam Tahawi dalam pendahuluan kitab Aqidah Tahawiyah menyatakan, "Ini adalah penjelasan tentang aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah menurut mazhab para fuqaha agama, Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, serta apa yang mereka yakini tentang pokok-pokok agama dan kepercayaan kepada Tuhan semesta alam." Ini menunjukkan bahwa aqidah adalah inti dari kepercayaan beragama.
Aqidah seringkali disebut juga sebagai ushuluddin (pokok-pokok agama) atau tauhid. Meskipun istilah tauhid lebih khusus merujuk pada pengesaan Allah, namun karena tauhid merupakan inti dan puncak dari seluruh aqidah Islam, maka seringkali keduanya digunakan secara bergantian. Aqidah adalah fondasi bangunan Islam; jika fondasinya kuat, maka bangunan di atasnya (syariah dan akhlak) akan kokoh. Sebaliknya, jika aqidahnya rapuh atau rusak, maka seluruh amal ibadah dan akhlak akan terancam.
Pentingnya Memahami Aqidah Islam
Mempelajari dan memahami aqidah Islam adalah sebuah keharusan, bukan pilihan, bagi setiap Muslim. Pentingnya ini dapat dilihat dari beberapa aspek:
- Fondasi Agama: Aqidah adalah dasar bagi seluruh ajaran Islam. Tanpa aqidah yang benar, ibadah tidak akan sah, dan akhlak tidak akan terpuji di sisi Allah.
- Penentu Sahnya Amal: Hanya amal yang dibangun di atas aqidah yang benar yang akan diterima oleh Allah SWT. Syirik, misalnya, adalah dosa terbesar yang membatalkan semua amal.
- Jalan Menuju Kebahagiaan Abadi: Aqidah yang lurus adalah syarat mutlak untuk meraih surga dan keselamatan di akhirat.
- Penjaga dari Kesesatan: Dengan aqidah yang kuat, seorang Muslim akan memiliki benteng kokoh yang melindunginya dari berbagai bid'ah, khurafat, dan paham-paham menyimpang yang bertebaran di masyarakat.
- Sumber Ketenangan Hati: Keyakinan yang teguh kepada Allah, takdir, dan hari akhir memberikan ketenangan batin, kekuatan dalam menghadapi cobaan, dan tujuan hidup yang jelas.
- Pembentuk Karakter dan Akhlak: Aqidah yang benar secara otomatis akan membentuk akhlak yang mulia. Orang yang yakin akan pengawasan Allah akan cenderung berlaku jujur, adil, dan bertanggung jawab.
Rukun Iman: Pilar Utama Aqidah Islam
Inti dari aqidah Islam adalah enam pilar keimanan yang dikenal sebagai Rukun Iman. Rasulullah SAW telah menjelaskan rukun iman ini dalam banyak hadis, salah satunya adalah hadis Jibril yang terkenal. Enam rukun iman tersebut adalah:
- Iman kepada Allah SWT
- Iman kepada Malaikat-malaikat Allah
- Iman kepada Kitab-kitab Allah
- Iman kepada Rasul-rasul Allah
- Iman kepada Hari Akhir (Kiamat)
- Iman kepada Qada dan Qadar (takdir baik dan buruk)
1. Iman kepada Allah SWT
Ini adalah rukun iman yang paling fundamental dan menjadi inti dari seluruh aqidah Islam adalah. Iman kepada Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, pencipta, pengatur, dan penguasa alam semesta. Keyakinan ini mencakup tiga aspek tauhid:
a. Tauhid Rububiyah (Ketuhanan)
Tauhid Rububiyah adalah keyakinan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Rabb (Tuhan), Pencipta, Pemilik, Penguasa, Pemberi Rezeki, Yang Menghidupkan dan Mematikan, Yang Mengatur segala urusan alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah-Nya. Bahkan kaum musyrikin di zaman Rasulullah pun pada dasarnya mengakui tauhid rububiyah ini, namun mereka gagal dalam tauhid uluhiyah.
Implikasinya dalam kehidupan: Keyakinan ini menumbuhkan rasa tawakal (pasrah kepada Allah setelah berusaha), qana'ah (merasa cukup), dan yakin bahwa segala kekuatan berasal dari Allah. Kita tidak akan takut kepada selain Allah, dan tidak akan berharap kepada selain-Nya dalam hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah.
b. Tauhid Uluhiyah (Peribadatan)
Tauhid Uluhiyah adalah keyakinan bahwa hanya Allah SWT saja yang berhak disembah dan diibadahi. Seluruh bentuk ibadah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, seperti doa, shalat, puasa, zakat, haji, tawakal, takut, berharap, cinta, dan sembelihan, harus ditujukan hanya kepada Allah semata. Inilah makna dari kalimat syahadat "La ilaha illallah" (Tidak ada ilah/sesembahan yang berhak disembah selain Allah).
Aspek ini adalah medan ujian terbesar bagi manusia, karena banyak orang yang mengakui Allah sebagai pencipta, namun menyekutukan-Nya dalam ibadah dengan menyembah patung, pohon, kuburan, atau meminta pertolongan kepada selain-Nya. Lawan dari tauhid uluhiyah adalah syirik, yaitu menyekutukan Allah dalam ibadah, yang merupakan dosa terbesar dan tidak terampuni jika pelakunya mati dalam keadaan tersebut.
Implikasinya dalam kehidupan: Tauhid uluhiyah menuntut seorang Muslim untuk membersihkan ibadahnya dari segala bentuk syirik, menjaga keikhlasan, dan menjadikan hidupnya semata-mata untuk beribadah kepada Allah.
c. Tauhid Asma wa Sifat (Nama dan Sifat Allah)
Tauhid Asma wa Sifat adalah keyakinan bahwa Allah SWT memiliki nama-nama yang indah (Asmaul Husna) dan sifat-sifat yang mulia, sempurna, dan agung, yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kita wajib menetapkan nama dan sifat tersebut sesuai dengan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya, tanpa tahrif (mengubah), ta'thil (meniadakan), takyif (mengumpamakan/menanyakan bagaimana-Nya), atau tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).
Contohnya, Allah bersifat Maha Mendengar (As-Sami') dan Maha Melihat (Al-Bashir), namun pendengaran dan penglihatan-Nya tidak sama dengan pendengaran dan penglihatan makhluk. Allah Maha Berkuasa (Al-Qadir), namun kekuasaan-Nya tidak terbatas seperti kekuasaan manusia.
Implikasinya dalam kehidupan: Mempelajari dan merenungkan Asmaul Husna akan menambah kecintaan, kekaguman, dan ketakutan kita kepada Allah, serta mendorong kita untuk meneladani sifat-sifat mulia sesuai kapasitas kita sebagai hamba (misalnya, menjadi pemaaf karena Allah Maha Pemaaf).
2. Iman kepada Malaikat-malaikat Allah
Iman kepada malaikat berarti meyakini secara pasti akan keberadaan malaikat sebagai makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya, senantiasa taat kepada-Nya, tidak pernah durhaka, dan melaksanakan segala perintah-Nya. Mereka adalah makhluk gaib yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia kecuali dalam keadaan tertentu atas kehendak Allah. Kita tidak mengetahui jumlah pasti mereka, namun kita wajib meyakini mereka secara umum dan secara khusus terhadap malaikat yang namanya telah disebutkan dalam dalil-dalil syar'i.
Malaikat memiliki berbagai tugas, di antaranya:
- Jibril: Menyampaikan wahyu kepada para nabi dan rasul.
- Mikail: Mengatur rezeki dan menurunkan hujan.
- Israfil: Meniup sangkakala pada hari kiamat.
- Izrail (Malakul Maut): Mencabut nyawa.
- Raqib dan Atid: Mencatat amal baik dan buruk manusia.
- Munkar dan Nakir: Menanyai mayat di alam kubur.
- Ridwan: Penjaga pintu surga.
- Malik: Penjaga pintu neraka.
Implikasinya dalam kehidupan: Keyakinan ini menumbuhkan kesadaran akan pengawasan ilahi, mendorong kita untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhi maksiat karena setiap perbuatan dicatat. Ini juga menguatkan keyakinan terhadap alam gaib dan kebenaran wahyu yang dibawa oleh Jibril.
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah
Iman kepada kitab-kitab Allah berarti meyakini bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab suci kepada para nabi dan rasul-Nya sebagai petunjuk bagi umat manusia. Kitab-kitab ini berisi perintah, larangan, kabar gembira, peringatan, dan syariat yang mengatur kehidupan manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kita wajib meyakini secara umum bahwa Allah menurunkan banyak kitab suci, dan secara khusus terhadap kitab-kitab yang namanya disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, yaitu:
- Taurat: Diturunkan kepada Nabi Musa AS.
- Zabur: Diturunkan kepada Nabi Daud AS.
- Injil: Diturunkan kepada Nabi Isa AS.
- Al-Qur'an: Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
- Selain itu, ada juga Suhuf Ibrahim dan Suhuf Musa.
Al-Qur'an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan, membenarkan kitab-kitab sebelumnya, dan menghapus syariat-syariat yang ada di dalamnya. Al-Qur'an adalah kitab yang dijaga keasliannya oleh Allah SWT hingga hari kiamat, berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya yang telah mengalami perubahan dan penyelewengan dari tangan manusia.
Implikasinya dalam kehidupan: Keyakinan ini mendorong kita untuk membaca, mempelajari, memahami, dan mengamalkan isi Al-Qur'an sebagai pedoman hidup. Ia juga menumbuhkan rasa syukur atas petunjuk ilahi dan kehati-hatian dalam menerima ajaran yang bertentangan dengan Al-Qur'an.
4. Iman kepada Rasul-rasul Allah
Iman kepada rasul-rasul Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah mengutus para nabi dan rasul dari kalangan manusia untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia. Mereka adalah hamba-hamba pilihan yang bersih dari dosa besar, memiliki sifat-sifat wajib seperti shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathanah (cerdas).
Jumlah nabi sangat banyak, sedangkan jumlah rasul yang wajib kita imani disebutkan 25 dalam Al-Qur'an. Kita wajib meyakini seluruh nabi dan rasul secara umum, dan secara khusus terhadap mereka yang namanya disebutkan. Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi dan rasul (khatamun nabiyyin), yang risalahnya bersifat universal untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Tidak ada nabi atau rasul setelah beliau.
Implikasinya dalam kehidupan: Keyakinan ini mendorong kita untuk meneladani Rasulullah SAW dalam setiap aspek kehidupan, mematuhi perintahnya, menjauhi larangannya, dan menjadikan sunnahnya sebagai panduan. Kita juga harus menghormati seluruh nabi dan rasul tanpa membeda-bedakan, karena mereka semua adalah utusan Allah.
5. Iman kepada Hari Akhir (Kiamat)
Iman kepada hari akhir adalah meyakini bahwa kehidupan dunia ini akan berakhir dan akan ada kehidupan yang abadi di akhirat setelah kebangkitan kembali dari kubur. Hari akhir mencakup segala peristiwa yang terjadi setelah kematian, yaitu alam kubur, hari kiamat (kiamat kecil dan kiamat besar), hari kebangkitan, hari perhitungan (hisab), hari pembalasan (mizan), melewati shirath, hingga penetapan tempat abadi di surga atau neraka.
Detail-detail tentang hari akhir sangat banyak disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, antara lain:
- Kiamat Sughra (Kiamat Kecil): Kematian setiap individu.
- Kiamat Kubra (Kiamat Besar): Hancurnya alam semesta secara total dengan tiupan sangkakala pertama oleh Israfil.
- Alam Barzakh: Kehidupan di alam kubur setelah kematian hingga hari kebangkitan. Di sana, ruh akan merasakan nikmat atau azab kubur.
- Yawm al-Ba'ts (Hari Kebangkitan): Manusia dibangkitkan dari kubur setelah tiupan sangkakala kedua.
- Padang Mahsyar: Seluruh manusia dikumpulkan di padang yang luas, menunggu perhitungan amal.
- Hisab (Perhitungan Amal): Seluruh amal perbuatan manusia di dunia akan dihisab oleh Allah.
- Mizan (Timbangan Amal): Amal kebaikan dan keburukan manusia ditimbang.
- Shirath: Jembatan yang dibentangkan di atas neraka Jahannam, yang harus dilalui oleh setiap orang.
- Syafa'at: Pertolongan dari Rasulullah SAW dan orang-orang yang diizinkan Allah untuk memberi syafaat kepada kaum mukminin.
- Surga (Jannah) dan Neraka (Jahannam): Tempat abadi bagi manusia, surga bagi yang beriman dan beramal saleh, neraka bagi yang kafir dan berbuat dosa besar tanpa taubat.
Implikasinya dalam kehidupan: Keyakinan ini menumbuhkan rasa takut kepada Allah dan hari pembalasan, mendorong kita untuk beramal saleh, menjauhi maksiat, memperbanyak taubat, dan senantiasa mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi setelah kematian.
6. Iman kepada Qada dan Qadar (Takdir)
Iman kepada qada dan qadar berarti meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta, baik yang baik maupun yang buruk, telah ditentukan dan ditetapkan oleh Allah SWT sejak zaman azali (sebelum diciptakannya alam semesta) sesuai dengan ilmu, hikmah, dan kehendak-Nya. Namun, ini tidak berarti meniadakan kehendak dan usaha manusia.
Iman kepada qada dan qadar mencakup empat tingkatan:
- Ilmu (Pengetahuan Allah): Allah mengetahui segala sesuatu, apa yang telah, sedang, dan akan terjadi, bahkan sebelum terjadi.
- Kitabah (Pencatatan): Allah telah mencatat segala sesuatu di Lauhul Mahfuzh (Lembaran yang Terpelihara).
- Masyiah (Kehendak Allah): Tidak ada sesuatu pun yang terjadi melainkan dengan kehendak Allah.
- Khalq (Penciptaan): Allah adalah Pencipta segala sesuatu, termasuk perbuatan hamba.
Penting untuk dipahami bahwa kehendak manusia itu ada, namun ia berada di bawah kehendak Allah. Manusia diberikan pilihan dan tanggung jawab atas perbuatannya. Kita diperintahkan untuk berusaha dan berikhtiar, kemudian bertawakal kepada Allah atas hasilnya. Keimanan ini bukan berarti fatalisme atau pasrah tanpa usaha.
Implikasinya dalam kehidupan: Keyakinan ini menumbuhkan ketenangan jiwa, kesabaran dalam menghadapi musibah, syukur atas nikmat, serta menjauhkan diri dari rasa sombong (saat sukses) dan putus asa (saat gagal). Ini juga mendorong kita untuk senantiasa berdoa dan berikhtiar, karena kita tidak tahu apa yang tercatat untuk kita.
Sumber-sumber Aqidah Islam
Sumber utama dan satu-satunya yang sahih untuk mengambil pemahaman aqidah Islam adalah adalah wahyu Allah. Tidak ada sumber lain yang dapat dijadikan landasan dalam masalah keyakinan, karena aqidah berkaitan dengan hal-hal gaib yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia semata. Sumber-sumber tersebut adalah:
- Al-Qur'an Al-Karim: Kitab suci umat Islam, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur'an adalah sumber utama yang menjelaskan tentang ketuhanan, kenabian, hari akhir, dan segala aspek aqidah lainnya.
- As-Sunnah An-Nabawiyah: Segala ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Sunnah berfungsi sebagai penjelas, penguat, dan pelengkap bagi ayat-ayat Al-Qur'an, terutama dalam detail-detail aqidah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an.
- Ijma' Salafush Shalih: Konsensus para sahabat dan generasi terbaik setelah mereka dalam memahami suatu masalah aqidah. Ijma' ini diakui sebagai sumber karena mereka adalah generasi yang paling memahami Al-Qur'an dan Sunnah secara langsung dari Nabi SAW.
Akal manusia memiliki peran penting dalam memahami dan merenungkan dalil-dalil syar'i, namun ia tidak dapat berdiri sendiri sebagai penentu kebenaran dalam masalah aqidah. Akal harus tunduk pada wahyu, karena wahyu adalah petunjuk dari Sang Pencipta yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
Tujuan dan Manfaat Mempelajari Aqidah Islam
Mempelajari aqidah Islam adalah bukan hanya kewajiban, melainkan juga kebutuhan mendasar bagi jiwa manusia. Ada banyak tujuan dan manfaat yang bisa dipetik dari pemahaman aqidah yang benar:
- Membersihkan Akal dan Hati dari Kesyirikan dan Khurafat: Aqidah yang murni membersihkan pikiran dari segala bentuk takhayul, bid'ah, dan keyakinan sesat yang dapat merusak tauhid dan mengotori hati.
- Mewujudkan Keikhlasan dalam Beribadah: Dengan aqidah yang kuat, seorang Muslim hanya akan menyembah Allah semata, menjauhkan diri dari riya' (pamer) dan syirik kecil, sehingga ibadahnya murni hanya untuk mencari keridhaan Allah.
- Memperoleh Ketenangan Jiwa: Keyakinan yang teguh kepada Allah, takdir, dan hari akhir memberikan ketenangan batin yang luar biasa. Hati tidak mudah gelisah menghadapi kesulitan, tidak sombong saat senang, dan selalu yakin bahwa segala urusan ada di tangan Allah.
- Meluruskan Tujuan Hidup: Aqidah memberikan arah yang jelas bagi kehidupan. Segala aktivitas di dunia ini memiliki tujuan akhir, yaitu meraih ridha Allah dan kebahagiaan di akhirat.
- Membangun Kepribadian yang Kuat: Seorang Muslim dengan aqidah yang kokoh akan memiliki integritas, keberanian dalam membela kebenaran, kesabaran dalam menghadapi cobaan, dan ketabahan dalam berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.
- Menumbuhkan Akhlak Mulia: Aqidah adalah akar dari akhlak. Keyakinan kepada Allah yang Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui akan membuat seorang hamba senantiasa menjaga perilaku dan perkataannya.
- Memperoleh Kebahagiaan Dunia dan Akhirat: Hidup yang terbingkai dalam aqidah yang benar adalah kunci kebahagiaan sejati. Di dunia, ia merasakan ketenangan dan keberkahan, dan di akhirat, ia berharap meraih surga abadi.
- Menjaga Persatuan Umat: Ketika umat Muslim berpegang teguh pada aqidah yang sama, persatuan akan terwujud. Perpecahan seringkali muncul akibat penyimpangan dalam masalah aqidah.
Penyimpangan dalam Aqidah Islam
Sejarah Islam menunjukkan bahwa penyimpangan dalam aqidah Islam adalah masalah yang serius dan telah melahirkan berbagai sekte dan kelompok yang menyimpang dari jalan yang benar. Bentuk-bentuk penyimpangan aqidah yang paling berbahaya antara lain:
a. Syirik (Menyekutukan Allah)
Syirik adalah dosa terbesar dalam Islam, yaitu menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu yang lain dalam uluhiyah (peribadatan), rububiyah (ketuhanan), atau asma wa sifat (nama dan sifat-Nya). Syirik adalah kezaliman terbesar karena menempatkan sesuatu yang tidak layak pada posisi ketuhanan. Allah berfirman dalam Al-Qur'an: "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu dengan) Dia, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisa: 48).
Syirik terbagi menjadi:
- Syirik Akbar (Besar): Mengeluarkan pelakunya dari Islam. Contoh: menyembah patung, berhala, pohon, kuburan, meminta pertolongan kepada selain Allah dalam hal yang hanya Allah yang mampu melakukannya (seperti meminta kesembuhan dari kuburan wali), meyakini ada pencipta selain Allah.
- Syirik Ashghar (Kecil): Tidak sampai mengeluarkan dari Islam, namun mengurangi kesempurnaan tauhid dan merupakan jalan menuju syirik akbar. Contoh: riya' (pamer dalam beramal), bersumpah dengan selain nama Allah, memakai jimat karena keyakinan tertentu.
b. Bid'ah (Perkara Baru dalam Agama)
Bid'ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa contoh sebelumnya. Dalam istilah syariat, bid'ah adalah mengadakan atau mengada-adakan suatu amalan dalam agama yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya, baik dalam bentuk, jumlah, tata cara, maupun waktu pelaksanaannya. Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang mengadakan suatu perkara baru dalam urusan kami ini (agama Islam) yang bukan darinya, maka ia tertolak."
Bid'ah berbahaya karena ia menyiratkan anggapan bahwa agama Islam belum sempurna, padahal Allah telah menyempurnakannya. Bid'ah juga menjauhkan pelakunya dari sunnah, bahkan dapat menggantikan sunnah.
Contoh bid'ah: Merayakan maulid Nabi dengan keyakinan wajib atau bagian dari ibadah, mengkhususkan ibadah tertentu pada waktu atau tempat yang tidak ada tuntunannya, zikir berjamaah dengan suara keras dan irama yang tidak diajarkan Nabi.
c. Kufur (Ingkar)
Kufur berarti ingkar atau tidak percaya kepada Allah dan ajaran-Nya. Kufur adalah kebalikan dari iman. Kufur terbagi dua:
- Kufur Akbar: Mengeluarkan pelakunya dari Islam. Contoh: Mengingkari keberadaan Allah, mengingkari kenabian Muhammad, mengingkari rukun iman, menghalalkan yang haram secara pasti (zina, minum khamar), atau mengharamkan yang halal secara pasti.
- Kufur Ashghar: Dosa besar yang tidak mengeluarkan dari Islam, namun menunjukkan perilaku kekufuran. Contoh: Kufur nikmat (tidak bersyukur atas nikmat Allah), mencela nasab seseorang.
d. Nifaq (Munafik)
Nifaq adalah menampakkan keimanan namun menyembunyikan kekufuran. Orang munafik adalah musuh Islam yang paling berbahaya dari dalam. Nifaq juga terbagi dua:
- Nifaq Akbar: Menampakkan keislaman namun menyembunyikan kekafiran dalam hati. Pelakunya berada di tingkatan neraka yang paling bawah. Contoh: Orang yang mengaku Muslim tetapi sebenarnya tidak percaya kepada Allah dan Rasul-Nya.
- Nifaq Ashghar: Munafik dalam perbuatan, yaitu melakukan perbuatan-perbuatan yang merupakan ciri orang munafik, meskipun hatinya masih beriman. Contoh: Berdusta saat berbicara, mengingkari janji, berkhianat saat diberi amanah (seperti disebutkan dalam hadis Nabi).
Hubungan Aqidah dengan Syariah dan Akhlak
Dalam Islam, aqidah Islam adalah fondasi, sedangkan syariah dan akhlak adalah bangunan di atasnya. Ketiganya saling terkait dan tidak dapat dipisahkan:
- Aqidah (Keyakinan): Ini adalah dasar iman, yaitu apa yang diyakini dalam hati tentang Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, dan takdir. Aqidah menjawab pertanyaan "Apa yang harus saya yakini?".
- Syariah (Hukum Praktis): Ini adalah aturan-aturan dan hukum-hukum Islam yang mengatur perbuatan lahiriah manusia, baik dalam ibadah (shalat, puasa, zakat, haji) maupun muamalah (perdagangan, pernikahan, hukum pidana). Syariah menjawab pertanyaan "Apa yang harus saya lakukan?". Syariah bersumber dari aqidah; ibadah hanya sah jika dibangun di atas aqidah yang benar.
- Akhlak (Etika/Moral): Ini adalah perilaku, adab, dan karakter mulia yang harus dimiliki seorang Muslim. Akhlak bersumber dari aqidah dan syariah. Keyakinan kepada Allah yang Maha Melihat akan membentuk akhlak yang baik, seperti jujur, sabar, dan pemaaf. Akhlak menjawab pertanyaan "Bagaimana saya harus bersikap?".
Sebagai ilustrasi, bayangkan sebuah pohon. Aqidah adalah akarnya, syariah adalah batang dan rantingnya, sedangkan akhlak adalah buahnya. Akar yang kuat akan menghasilkan batang dan ranting yang kokoh, serta buah yang manis dan bermanfaat.
Relevansi Aqidah Islam di Era Modern
Di tengah gempuran ideologi-ideologi sekuler, liberalisme, ateisme, dan berbagai paham materialistik di era modern, peran aqidah Islam adalah semakin vital. Aqidah yang kokoh menjadi benteng terakhir bagi seorang Muslim untuk mempertahankan identitasnya dan nilai-nilai keislamannya. Beberapa relevansinya antara lain:
- Menjawab Krisis Eksistensial: Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang seringkali hampa makna, aqidah memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang keberadaan manusia: dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup, dan ke mana kita akan kembali.
- Memberikan Ketenangan di Tengah Ketidakpastian: Perubahan yang begitu cepat dan ketidakpastian masa depan seringkali menimbulkan kecemasan. Aqidah, terutama iman kepada Qada dan Qadar, memberikan ketenangan dan kesabaran, karena segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah.
- Menjaga Moralitas: Di saat nilai-nilai moralitas semakin terkikis, aqidah Islam menjadi penjaga yang kuat. Keyakinan akan Hari Akhir dan pertanggungjawaban di hadapan Allah mendorong seseorang untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kebaikan.
- Melawan Paham Sesat: Internet dan media sosial mempermudah penyebaran paham-paham yang menyimpang dari Islam. Dengan aqidah yang kuat, seorang Muslim mampu memfilter informasi dan menolak ajaran-ajaran yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.
- Membentuk Individu yang Produktif dan Bertanggung Jawab: Aqidah mendorong seorang Muslim untuk menjadi khalifah di bumi, yang senantiasa berusaha berbuat baik, bekerja keras, dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya, semua dalam rangka ibadah kepada Allah.
- Menjaga Kesehatan Mental dan Spiritual: Keyakinan kepada Allah dan janji-janji-Nya memberikan harapan dan optimisme. Ini sangat penting untuk menjaga kesehatan mental di tengah tekanan hidup modern.
Membina Aqidah dalam Keluarga dan Masyarakat
Membina aqidah Islam adalah tanggung jawab bersama, dimulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga, kemudian meluas ke masyarakat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan:
- Pendidikan Sejak Dini: Menanamkan tauhid kepada anak-anak sejak usia dini adalah kunci. Mengenalkan Allah, Rasul-Nya, kitab suci, dan kisah-kisah teladan Islam dengan cara yang menarik dan mudah dipahami.
- Lingkungan Islami: Memastikan keluarga dan lingkungan sekitar mendukung pembelajaran dan praktik agama yang benar. Menjauhkan diri dari lingkungan yang penuh syirik, bid'ah, dan maksiat.
- Mempelajari Ilmu Agama: Mengikuti majelis ilmu, membaca buku-buku aqidah yang sahih, serta mendengarkan ceramah dari ulama yang kompeten dan berpegang teguh pada manhaj Ahlussunnah wal Jama'ah.
- Praktik Ibadah yang Benar: Menegakkan shalat, membaca Al-Qur'an, berzikir, dan mengamalkan sunnah-sunnah Nabi SAW secara rutin. Ini akan menguatkan keyakinan dalam hati.
- Diskusi dan Tanya Jawab: Mendorong diskusi tentang masalah aqidah dalam keluarga dan komunitas, serta tidak ragu bertanya kepada ulama ketika ada keraguan atau pertanyaan.
- Keteladanan: Orang tua dan para pemimpin masyarakat harus menjadi teladan dalam menjaga aqidah dan mengamalkan ajaran Islam.
Kesimpulan
Singkatnya, aqidah Islam adalah fondasi utama yang menentukan keabsahan dan kebenaran seluruh agama seorang Muslim. Ia adalah keyakinan yang mengikat hati, pikiran, dan jiwa, menuntun setiap langkah hidup, dan memberikan makna sejati bagi eksistensi manusia. Dengan berpegang teguh pada enam rukun iman yang termaktub dalam aqidah Islam, seorang Muslim akan memiliki pedoman hidup yang jelas, terhindar dari kesesatan, meraih ketenangan jiwa, dan berharap akan kebahagiaan abadi di sisi Allah SWT.
Penting bagi setiap Muslim untuk tidak hanya mengetahui, tetapi juga memahami secara mendalam, mengamalkan, dan menjaga kemurnian aqidahnya dari berbagai penyimpangan. Hanya dengan aqidah yang kokoh, umat Islam dapat menghadapi tantangan zaman dan menjalankan perannya sebagai khalifah di muka bumi dengan sebaik-baiknya.
Marilah kita senantiasa memperbaharui iman kita, mempelajari aqidah dengan sungguh-sungguh dari sumber-sumber yang sahih, serta membentengi diri dan keluarga dari segala bentuk syirik, bid'ah, dan kekufuran. Dengan demikian, kita berharap dapat menjadi hamba Allah yang muttaqin (bertakwa) dan meraih kebahagiaan hakiki di dunia maupun di akhirat.