Akad nikah adalah sebuah ikatan suci yang mengikat dua insan dalam sebuah janji agung di hadapan Allah SWT. Lebih dari sekadar perayaan atau tradisi, akad nikah adalah sebuah perjanjian sakral yang memiliki konsekuensi dunia dan akhirat. Dalam Islam, pernikahan tidak hanya merupakan penyempurna separuh agama, tetapi juga sebuah jalan untuk mencapai ketenangan jiwa, kasih sayang, dan keberkahan dalam membentuk keluarga yang harmonis.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk cara akad nikah, mulai dari fondasi hukumnya, rukun dan syarat yang wajib dipenuhi, persiapan yang harus dilakukan, hingga prosesi detail yang berlangsung. Tujuannya adalah memberikan pemahaman komprehensif bagi Anda yang hendak melangkah ke jenjang pernikahan, memastikan setiap tahapan dijalankan sesuai syariat Islam, dan meraih keberkahan dalam biduk rumah tangga.
Memahami Hakikat Akad Nikah dalam Islam
Dalam Islam, pernikahan bukanlah sekadar penyatuan dua individu, melainkan sebuah ibadah yang sangat ditekankan. Ia merupakan sunnah Rasulullah SAW dan jalan untuk membangun peradaban umat manusia yang bermartabat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Ar-Rum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
Ayat ini dengan jelas menunjukkan tujuan utama pernikahan: ketenangan (sakinah), kasih sayang (mawaddah), dan rahmat (rahmah). Akad nikah adalah pintu gerbang menuju pencapaian tujuan-tujuan luhur ini.
Fondasi Hukum dan Dalil Akad Nikah
Hukum pernikahan dalam Islam pada dasarnya adalah sunnah muakkadah, yakni sangat dianjurkan. Namun, hukumnya bisa berubah menjadi wajib bagi mereka yang mampu dan khawatir terjerumus dalam kemaksiatan, atau menjadi makruh/haram jika seseorang tidak mampu menunaikan hak dan kewajibannya dalam berumah tangga. Dalil-dalil yang mendasari pensyariatan akad nikah sangatlah banyak, baik dari Al-Qur'an maupun Hadis Nabi Muhammad SAW:
- Al-Qur'an: Selain Ar-Rum ayat 21, ada juga Surat An-Nisa ayat 3 yang membolehkan berpoligami dengan syarat berlaku adil, dan ayat 22 yang menjelaskan mahram-mahram yang tidak boleh dinikahi.
- Hadis Nabi SAW: Rasulullah SAW bersabda, "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa tidak mampu, maka berpuasalah, karena puasa itu baginya adalah penawar." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menekankan pentingnya pernikahan bagi yang mampu, serta memberikan solusi bagi yang belum mampu.
Pernikahan juga dianggap sebagai bagian dari penyempurna agama. Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seorang hamba menikah, maka sungguh ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam separuh yang lainnya." (HR. Al-Baihaqi).
Tujuan Mulia Akad Nikah
Akad nikah dalam Islam bukan hanya sebatas formalitas, melainkan memiliki tujuan-tujuan yang sangat mulia dan berdimensi luas:
- Mewujudkan Ketenangan Jiwa (Sakinah): Pernikahan adalah wadah untuk menemukan kedamaian dan ketenangan. Suami istri menjadi sandaran satu sama lain dalam suka dan duka.
- Menumbuhkan Kasih Sayang (Mawaddah) dan Rahmat: Ikatan pernikahan secara alami menumbuhkan rasa cinta, kasih sayang, dan belas kasihan di antara pasangan, yang merupakan karunia dari Allah.
- Melestarikan Keturunan: Pernikahan adalah cara yang sah dan mulia untuk memiliki keturunan, menjaga nasab, dan melanjutkan regenerasi umat manusia sesuai fitrah.
- Menjaga Kehormatan Diri dan Masyarakat: Dengan menikah, seseorang dapat menjaga pandangan, kemaluan, dan menghindarkan diri dari perbuatan zina serta kemaksiatan lainnya, yang pada gilirannya menjaga moralitas masyarakat.
- Memenuhi Kebutuhan Biologis secara Halal: Islam mengakui adanya kebutuhan biologis manusia dan menyediakan jalan yang suci dan bermartabat melalui pernikahan.
- Membangun Keluarga Islami: Pernikahan adalah langkah awal membentuk keluarga yang berdasarkan ajaran Islam, di mana nilai-nilai agama diajarkan dan diamalkan.
- Melaksanakan Sunnah Rasulullah SAW: Menikah adalah mengikuti jejak Rasulullah SAW yang sangat menganjurkan umatnya untuk menikah.
- Memperluas Tali Silaturahmi: Pernikahan menyatukan dua keluarga besar, memperluas persaudaraan, dan mempererat tali silaturahmi.
Rukun Akad Nikah: Pilar-Pilar Utama yang Wajib Ada
Rukun akad nikah adalah komponen esensial yang harus ada dan terpenuhi agar suatu pernikahan dianggap sah menurut syariat Islam. Jika salah satu rukun ini tidak terpenuhi, maka akad nikah tersebut batal atau tidak sah. Ada lima rukun akad nikah yang telah disepakati oleh mayoritas ulama:
1. Calon Suami
Calon suami adalah pria yang hendak menikahi seorang wanita. Agar akad nikahnya sah, calon suami harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Muslim: Calon suami harus beragama Islam. Seorang wanita Muslimah tidak boleh menikah dengan pria non-Muslim (kafir), baik itu ahli kitab maupun musyrik. Dalilnya adalah firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 221: "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman..."
- Jelas Identitasnya: Harus jelas siapa yang menjadi calon suami, tidak ada keraguan atau salah orang.
- Tidak dalam Keadaan Ihram: Calon suami tidak boleh sedang dalam keadaan ihram haji atau umrah.
- Tidak Memiliki Halangan Syar'i: Tidak ada halangan yang mengharamkan pernikahan, seperti masih terikat perkawinan dengan wanita lain yang jumlahnya sudah empat (bagi yang berpoligami), atau calon istri adalah mahramnya.
- Pilihan Sendiri (Tidak Dipaksa): Pernikahan harus atas dasar kerelaan dan pilihan bebas calon suami, bukan paksaan.
2. Calon Istri
Calon istri adalah wanita yang hendak dinikahi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon istri adalah sebagai berikut:
- Muslimah: Calon istri harus beragama Islam. Seorang pria Muslim boleh menikahi wanita Muslimah. Sebagian ulama juga membolehkan menikahi wanita ahli kitab (Yahudi atau Nasrani) dengan syarat tertentu, namun menikahi Muslimah lebih diutamakan dan lebih selamat.
- Bukan Mahram Calon Suami: Calon istri tidak boleh memiliki hubungan mahram dengan calon suami, baik mahram karena nasab (keturunan), susuan, maupun pernikahan (mushaharah). Contoh mahram karena nasab: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi, keponakan. Contoh mahram karena susuan: ibu susuan, saudari susuan. Contoh mahram karena pernikahan: ibu mertua, anak tiri.
- Tidak Sedang Bersuami: Calon istri tidak boleh sedang dalam ikatan pernikahan yang sah dengan pria lain.
- Tidak dalam Masa Iddah: Jika calon istri adalah seorang janda (baik karena cerai maupun meninggal suami), ia tidak boleh dinikahi sebelum masa iddahnya selesai. Masa iddah adalah masa tunggu yang ditetapkan syariat untuk memastikan rahimnya bersih atau tidak hamil dari suami sebelumnya.
- Tidak dalam Keadaan Ihram: Seperti calon suami, calon istri juga tidak boleh sedang dalam keadaan ihram haji atau umrah.
- Pilihan Sendiri (Tidak Dipaksa): Pernikahan harus atas dasar kerelaan dan pilihan bebas calon istri. Dalam Islam, wanita memiliki hak untuk menerima atau menolak lamaran, meskipun wali memiliki peran penting.
3. Wali Nikah
Wali nikah adalah orang yang memiliki hak dan tanggung jawab untuk menikahkan seorang wanita. Keberadaan wali adalah syarat mutlak bagi sahnya akad nikah, berdasarkan sabda Rasulullah SAW, "Tidak sah nikah kecuali dengan wali." (HR. Tirmidzi). Syarat-syarat wali nikah:
- Muslim: Wali harus beragama Islam. Seorang non-Muslim tidak bisa menjadi wali bagi wanita Muslimah.
- Baligh: Telah mencapai usia dewasa.
- Berakal: Tidak gila atau mengalami gangguan jiwa.
- Merdeka: Bukan seorang budak.
- Laki-laki: Wali harus seorang laki-laki.
- Adil: Berpegang teguh pada syariat Islam dan tidak melakukan dosa besar. Meskipun sebagian ulama meringankan syarat adil ini, yang terpenting ia adalah seorang Muslim yang saleh.
- Tidak Sedang dalam Keadaan Ihram: Seperti mempelai, wali juga tidak boleh sedang dalam ihram.
- Tidak Terhalang Menjadi Wali: Tidak ada sebab-sebab yang menghalanginya menjadi wali, misalnya sedang berseteru dengan calon pengantin atau ingin menjatuhkan kemudaratan.
Urutan Wali Nikah
Ada urutan prioritas wali nikah berdasarkan hubungan nasab. Wali nasab yang terdekat lebih berhak menjadi wali:
- Ayah Kandung: Merupakan wali utama dan paling berhak.
- Kakek dari Ayah (Ayah dari Ayah): Jika ayah telah meninggal dunia atau tidak bisa menjadi wali.
- Saudara Kandung (Sekandung): Jika ayah dan kakek tidak ada.
- Saudara Sebapak: Jika saudara kandung tidak ada.
- Anak Laki-laki dari Saudara Kandung (Keponakan Laki-laki dari Saudara Kandung): Jika saudara kandung dan sebapak tidak ada.
- Anak Laki-laki dari Saudara Sebapak: Jika wali-wali di atas tidak ada.
- Paman (Saudara Kandung Ayah): Jika semua di atas tidak ada.
- Paman Sebapak (Saudara Sebapak Ayah): Jika paman kandung tidak ada.
- Anak Laki-laki Paman Kandung (Sepupu Laki-laki dari Ayah): Jika semua paman tidak ada.
- Anak Laki-laki Paman Sebapak: Jika sepupu kandung tidak ada.
- Wali Hakim: Jika tidak ada satu pun dari wali nasab yang memenuhi syarat atau keberadaannya tidak memungkinkan, maka wali hakim (pejabat KUA di Indonesia) yang berhak menjadi wali. Ini juga berlaku jika wali adhal (enggan menikahkan tanpa alasan syar'i).
4. Dua Orang Saksi
Keberadaan dua orang saksi laki-laki yang adil adalah syarat mutlak untuk keabsahan akad nikah. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi). Syarat-syarat saksi:
- Laki-laki: Saksi harus laki-laki. Dua wanita tidak bisa menggantikan dua laki-laki dalam hal ini.
- Muslim: Harus beragama Islam.
- Baligh: Telah mencapai usia dewasa.
- Berakal: Tidak gila atau mengalami gangguan jiwa.
- Adil: Orang yang dikenal memiliki integritas, tidak sering melakukan dosa besar, dan menjaga kehormatannya. Meskipun dalam praktik modern, syarat "adil" ini sering diartikan sebagai "terpercaya" atau "tidak fasik secara terang-terangan".
- Mendengar dan Memahami Ijab Qabul: Saksi harus hadir di majelis akad dan mendengar secara langsung serta memahami lafaz ijab qabul yang diucapkan.
Peran saksi sangat penting untuk memastikan bahwa akad nikah dilakukan secara transparan dan sesuai syariat, serta sebagai bukti jika di kemudian hari timbul persengketaan.
5. Ijab Qabul
Ijab qabul adalah inti dari akad nikah, yaitu ucapan serah terima dalam pernikahan yang menunjukkan adanya kerelaan dan kesepakatan dari kedua belah pihak. Ini adalah momen krusial yang menentukan sah atau tidaknya pernikahan.
- Ijab (Penawaran): Adalah ucapan penyerahan atau penawaran dari wali pengantin wanita kepada calon suami. Wali menyerahkan putrinya untuk dinikahi oleh calon suami.
- Qabul (Penerimaan): Adalah ucapan penerimaan dari calon suami atas penawaran wali. Calon suami menerima putri yang dinikahkan kepadanya.
Syarat-syarat ijab qabul:
- Jelas dan Tegas: Lafaz yang diucapkan harus jelas, tegas, dan tidak mengandung keraguan atau multi-tafsir. Menggunakan kata-kata seperti "saya nikahkan" atau "saya terima nikahnya".
- Bersambung (Tidak Ada Jeda): Antara ijab dan qabul tidak boleh ada jeda yang terlalu lama atau diselingi perkataan lain yang tidak terkait. Harus dalam satu majelis akad.
- Sesuai (Muthabaqah): Qabul harus sesuai dengan ijab. Jika wali menikahkan dengan mahar sekian, maka calon suami harus menerima dengan mahar yang sama.
- Dilakukan dalam Satu Majelis: Ijab dan qabul harus terjadi di satu tempat dan waktu yang sama, dengan kehadiran wali dan saksi.
- Tanpa Syarat yang Membatalkan: Ijab qabul tidak boleh disertai dengan syarat-syarat yang bertentangan dengan tujuan pernikahan atau syariat Islam, seperti nikah mut'ah (nikah kontrak waktu). Namun, syarat-syarat yang tidak membatalkan pernikahan dan disepakati kedua belah pihak (misalnya, izin bekerja bagi istri) diperbolehkan.
Contoh Lafaz Ijab Qabul
Ijab (oleh wali):
"Ananda [nama calon suami] bin [nama ayah calon suami], saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya yang bernama [nama calon istri] binti [nama ayah calon istri], dengan mas kawin [sebutkan jenis dan jumlah mahar] tunai."
Qabul (oleh calon suami):
"Saya terima nikahnya dan kawinnya [nama calon istri] binti [nama ayah calon istri] dengan mas kawin tersebut tunai."
Atau bisa juga dengan lafaz yang lebih singkat namun tetap jelas dan syar'i. Yang terpenting adalah esensi penyerahan dan penerimaan itu tercapai dan dipahami oleh semua yang hadir, khususnya saksi.
Persiapan Menuju Akad Nikah: Sebuah Proses Komprehensif
Akad nikah yang lancar dan berkah memerlukan persiapan yang matang, tidak hanya secara fisik dan materi, tetapi juga mental, spiritual, dan administratif. Persiapan ini sangat krusial untuk memastikan semua rukun dan syarat terpenuhi serta untuk membangun fondasi rumah tangga yang kokoh.
1. Persiapan Mental dan Spiritual
Ini adalah aspek yang sering kali terabaikan namun paling penting. Pernikahan adalah ibadah jangka panjang yang membutuhkan kesiapan mental dan spiritual yang prima.
- Niat yang Lurus: Pastikan niat menikah adalah karena Allah SWT, untuk menyempurnakan ibadah, mencari keridaan-Nya, dan membangun keluarga yang sakinah. Jauhi niat hanya karena nafsu sesaat atau tekanan sosial.
- Pembekalan Ilmu Rumah Tangga: Calon suami dan istri wajib membekali diri dengan ilmu-ilmu terkait hak dan kewajiban masing-masing, manajemen konflik, komunikasi efektif, pengasuhan anak dalam Islam, dan fiqih munakahat (hukum pernikahan). Ini bisa didapatkan melalui pengajian, seminar pra-nikah, atau membaca buku-buku Islami.
- Memperbaiki Diri: Gunakan masa persiapan untuk introspeksi dan memperbaiki akhlak, ibadah, serta karakter pribadi. Menjadi pribadi yang lebih baik sebelum menikah akan sangat membantu dalam membangun rumah tangga yang harmonis.
- Istikharah dan Doa: Lakukan shalat istikharah untuk memohon petunjuk Allah SWT atas pilihan pasangan. Perbanyak doa agar dimudahkan dalam proses pernikahan dan diberikan keberkahan dalam rumah tangga kelak.
- Konsultasi Pra-Nikah: Disarankan untuk berkonsultasi dengan orang tua, ulama, atau konselor pernikahan yang terpercaya untuk mendapatkan nasihat dan pandangan.
2. Persiapan Administratif (Khususnya di Indonesia)
Untuk memastikan pernikahan tercatat secara resmi oleh negara, ada serangkaian persyaratan administratif yang harus dipenuhi. Pencatatan pernikahan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) atau Catatan Sipil (bagi non-Muslim) penting untuk legalitas, hak-hak hukum, dan status anak.
- Mengurus Surat Pengantar Nikah dari RT/RW: Dimulai dari domisili masing-masing calon pengantin.
- Mengurus Surat Pengantar Nikah ke Kelurahan/Desa: Dari RT/RW, dibawa ke Kelurahan/Desa untuk mendapatkan formulir N1 (Surat Pengantar Nikah), N2 (Permohonan Kehendak Nikah), N3 (Persetujuan Mempelai), dan N4 (Surat Keterangan Tentang Orang Tua).
- Mendapatkan Surat Rekomendasi Nikah (Jika Beda KUA): Jika salah satu calon pengantin akan menikah di luar wilayah KUA domisili, harus mengurus surat rekomendasi nikah dari KUA domisilinya.
- Berkas-Berkas Pendukung:
- Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga (masing-masing calon pengantin).
- Fotokopi Akta Kelahiran (masing-masing calon pengantin).
- Pas Foto ukuran 2x3 dan 3x4 (jumlah tertentu, biasanya latar biru).
- Surat Keterangan Sehat dari Puskesmas/Dokter (dianjurkan, bahkan wajib di beberapa daerah).
- Izin dari atasan bagi anggota TNI/Polri.
- Buku nikah orang tua (bagi calon pengantin wanita, untuk memastikan status wali).
- Jika janda/duda, menyertakan akta cerai atau surat kematian suami/istri sebelumnya.
- Pendaftaran ke KUA: Bawa semua berkas lengkap ke KUA tempat akad nikah akan dilaksanakan. Pendaftaran idealnya dilakukan minimal 10 hari kerja sebelum tanggal akad.
- Pembayaran Biaya Nikah: Jika akad nikah dilaksanakan di KUA pada jam kerja, biayanya gratis. Namun, jika di luar KUA atau di luar jam kerja, akan dikenakan biaya pencatatan nikah sesuai PP No. 48 Tahun 2014.
- Pemeriksaan Dokumen oleh KUA: Petugas KUA akan memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen serta melakukan verifikasi data.
3. Persiapan Teknis dan Perlengkapan
Aspek ini berkaitan dengan hal-hal praktis yang mendukung kelancaran acara akad nikah.
- Mahar (Mas Kawin):
- Definisi dan Hukum: Mahar adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai simbol kesungguhan dan penghargaan. Hukumnya wajib dan menjadi hak penuh istri.
- Bentuk Mahar: Bisa berupa uang, perhiasan emas, seperangkat alat shalat, hafalan Al-Qur'an, atau benda berharga lainnya yang memiliki nilai dan disepakati kedua belah pihak. Yang terpenting adalah keikhlasan dan kerelaan.
- Jumlah Mahar: Tidak ada batasan minimal atau maksimal dalam syariat, namun dianjurkan tidak memberatkan calon suami. Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah." (HR. Abu Daud).
- Penyerahan Mahar: Mahar diserahkan secara simbolis atau tunai pada saat akad nikah.
- Lokasi Akad Nikah: Tentukan tempat akad nikah, apakah di KUA, di rumah, masjid, atau gedung. Pastikan tempat tersebut nyaman, bersih, dan memadai untuk semua yang hadir.
- Waktu Akad Nikah: Sesuaikan dengan ketersediaan penghulu/petugas KUA dan kenyamanan kedua keluarga.
- Saksi Nikah: Tunjuk dua orang laki-laki Muslim yang adil dan baligh sebagai saksi. Pastikan mereka bersedia dan memahami perannya.
- Wali Nikah: Pastikan wali nikah yang sah hadir dan siap melaksanakan perannya.
- Busana Pengantin: Pilih busana yang syar'i, sopan, dan menutup aurat bagi calon pengantin wanita, serta rapi dan pantas bagi calon pengantin pria.
- Perlengkapan Lainnya:
- Alat tulis untuk penandatanganan berkas.
- Mikrofon dan sound system (jika diperlukan).
- Dekorasi sederhana (jika ingin mempercantik lokasi).
- Konsumsi ringan (jika ingin menjamu tamu setelah akad).
- Fotografer/videografer (jika ingin mendokumentasikan momen).
Prosesi Akad Nikah: Urutan Acara yang Berkah
Momen akad nikah adalah puncak dari seluruh persiapan. Meskipun tradisi lokal bisa menyertai, inti dari prosesi ini adalah terpenuhinya rukun dan syarat secara syar'i. Berikut adalah urutan prosesi akad nikah yang umum dilakukan di Indonesia, dengan sedikit variasi tergantung adat dan kebiasaan:
1. Kedatangan Rombongan Mempelai Pria dan Persiapan
Mempelai pria beserta keluarga dan rombongannya tiba di lokasi akad nikah. Biasanya, mereka disambut oleh keluarga mempelai wanita. Semua pihak yang terlibat (wali, saksi, penghulu/petugas KUA, dan kedua mempelai) berkumpul di tempat yang telah ditentukan.
2. Pembukaan Acara dan Pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an
- Pembukaan: Acara dibuka oleh seorang MC atau penghulu/petugas KUA dengan mengucapkan salam dan basmalah.
- Khutbah Nikah: Penghulu atau tokoh agama biasanya menyampaikan khutbah nikah, yaitu nasihat-nasihat tentang tujuan pernikahan dalam Islam, hak dan kewajiban suami istri, serta pentingnya takwa dalam membina rumah tangga. Khutbah ini bertujuan untuk mengingatkan kembali esensi dan tanggung jawab pernikahan.
- Pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an: Dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an (misalnya Surat Ar-Rum ayat 21 atau An-Nisa ayat 34) oleh qari/qariah, untuk menambah keberkahan acara.
3. Pemeriksaan Dokumen dan Penyerahan Mahar
- Pemeriksaan Dokumen: Petugas KUA akan melakukan pemeriksaan terakhir terhadap dokumen-dokumen yang diperlukan dan memastikan identitas wali, calon suami, dan saksi sudah benar.
- Penyerahan Mahar: Secara simbolis, mahar diserahkan oleh calon suami kepada calon istri atau diwakilkan kepada wali/orang tua mempelai wanita. Ini menandai pemenuhan salah satu kewajiban calon suami.
4. Prosesi Ijab Qabul: Inti dari Akad Nikah
Ini adalah momen paling sakral dan penentu sah atau tidaknya pernikahan. Seluruh perhatian akan tertuju pada wali dan calon suami.
- Posisi: Wali nikah duduk berhadapan langsung dengan calon suami, atau jika tidak memungkinkan, dapat berdekatan. Calon istri biasanya duduk di samping wali atau di tempat terpisah yang bisa disaksikan oleh para hadirin.
- Arahan dari Penghulu: Penghulu akan mengarahkan wali dan calon suami untuk mengucapkan ijab dan qabul dengan jelas dan benar. Penghulu biasanya akan membacakan lafaz ijab terlebih dahulu untuk dipahami oleh wali.
- Pengucapan Ijab oleh Wali: Wali nikah (biasanya ayah kandung atau wali yang berhak) mengucapkan ijab. Contoh: "Ananda [nama calon suami] bin [nama ayah calon suami], saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya yang bernama [nama calon istri] binti [nama ayah calon istri], dengan mas kawin [sebutkan jenis dan jumlah mahar] tunai."
- Pengucapan Qabul oleh Calon Suami: Setelah wali selesai mengucapkan ijab, calon suami segera menjawab dengan qabul tanpa jeda. Contoh: "Saya terima nikahnya dan kawinnya [nama calon istri] binti [nama ayah calon istri] dengan mas kawin tersebut tunai."
- Kesaksian Saksi: Dua orang saksi yang hadir wajib mendengar dengan jelas dan menyatakan keabsahan ijab qabul. Jika mereka menyatakan sah, maka pernikahan tersebut sah secara syariat. Jika ada keraguan atau kesalahan dalam pengucapan, ijab qabul harus diulang.
- Doa Setelah Ijab Qabul: Setelah ijab qabul dinyatakan sah, penghulu biasanya akan memimpin doa, memohon keberkahan dan kebahagiaan bagi pasangan pengantin.
5. Penandatanganan Dokumen dan Nasihat Pernikahan
- Penandatanganan Buku Nikah/Akta Nikah: Setelah ijab qabul sah, calon suami, calon istri, wali, dan kedua saksi akan menandatangani Akta Nikah dan Buku Nikah yang disiapkan oleh KUA. Ini adalah proses legalitas pernikahan di mata negara.
- Nasihat Pernikahan: Penghulu atau seorang ulama sering kali memberikan nasihat singkat kepada kedua mempelai tentang pentingnya menjaga rumah tangga, saling menghormati, dan menjalankan hak serta kewajiban sebagai suami istri.
- Doa Penutup: Acara ditutup dengan doa bersama untuk keberkahan kedua mempelai dan seluruh hadirin.
6. Penyerahan Buku Nikah dan Prosesi Adat (Opsional)
- Penyerahan Buku Nikah: Buku Nikah diserahkan secara resmi oleh petugas KUA kepada suami dan istri sebagai bukti sah pernikahan mereka.
- Prosesi Pemasangan Cincin: Beberapa pasangan memilih untuk memasang cincin setelah akad sebagai simbol ikatan. Ini adalah tradisi dan bukan bagian dari rukun atau syarat nikah.
- Sungkeman: Tradisi sungkem kepada orang tua dan mertua sebagai tanda hormat dan memohon restu juga sering dilakukan setelah akad nikah.
- Foto Bersama: Momen bahagia ini seringkali diabadikan dengan sesi foto bersama keluarga inti dan para saksi.
Hal-hal Penting yang Perlu Diperhatikan
Selain rukun dan syarat, ada beberapa aspek lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan agar akad nikah berjalan lancar dan penuh berkah:
- Kehadiran Calon Istri: Meskipun yang berhadapan langsung saat ijab qabul adalah wali dan calon suami, kehadiran calon istri di majelis akad sangat dianjurkan agar ia dapat mendengar dan menyaksikan langsung proses pernikahannya.
- Pemahaman Hukum: Pastikan kedua calon pengantin dan keluarga memahami hukum-hukum terkait pernikahan dalam Islam, termasuk hak dan kewajiban setelah menikah.
- Kesiapan Mental dan Fisik: Kondisi fisik yang prima dan mental yang tenang akan membantu kelancaran prosesi. Jaga kesehatan dan cukup istirahat.
- Etika dan Adab: Selama prosesi, jaga adab dan sopan santun. Hindari bercanda berlebihan atau hal-hal yang mengurangi kesakralan acara.
- Walimatul Ursy (Resepsi Pernikahan): Setelah akad nikah, disunnahkan untuk mengadakan walimatul ursy sebagai bentuk syukur dan pemberitahuan kepada masyarakat. Rasulullah SAW bersabda kepada Abdurrahman bin Auf, "Adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing." (HR. Bukhari dan Muslim). Walimah ini sebaiknya dilaksanakan dengan sederhana, tidak berlebihan, dan menghindari kemaksiatan.
- Pentingnya Pencatatan Nikah: Meskipun secara syar'i akad nikah sudah sah jika rukun dan syarat terpenuhi, pencatatan nikah oleh negara (KUA) sangat penting untuk perlindungan hukum bagi suami, istri, dan anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut. Ini juga mencegah fitnah dan masalah di kemudian hari.
- Ta'liq Talak: Di Indonesia, setelah akad nikah, biasanya mempelai pria akan mengucapkan sighat ta'liq talak, yaitu perjanjian talak bersyarat yang berfungsi sebagai perlindungan bagi istri. Ini bukan syarat sah nikah, tetapi sebuah komitmen tambahan.
Membangun Rumah Tangga Berkah Setelah Akad
Akad nikah adalah permulaan, bukan akhir. Setelah ijab qabul diucapkan dan disaksikan, dimulailah perjalanan panjang biduk rumah tangga. Kesuksesan rumah tangga bukan hanya bergantung pada kesempurnaan akadnya, tetapi juga pada bagaimana pasangan menjalani kehidupan setelahnya.
- Memahami Hak dan Kewajiban: Suami memiliki kewajiban menafkahi istri dan keluarga, membimbing, dan melindungi. Istri memiliki kewajiban taat kepada suami dalam hal kebaikan, menjaga kehormatan diri dan rumah tangga. Keduanya wajib saling menghormati, mengasihi, dan bekerja sama.
- Komunikasi yang Baik: Kunci utama dalam rumah tangga adalah komunikasi yang terbuka, jujur, dan penuh empati. Selesaikan masalah dengan musyawarah dan kepala dingin.
- Saling Mendukung dan Menguatkan: Pasangan suami istri harus menjadi tim yang solid, saling mendukung dalam meraih cita-cita dunia dan akhirat, serta saling menguatkan di kala ujian datang.
- Mendidik Anak dengan Baik: Jika dikaruniai anak, tanggung jawab mendidik mereka sesuai ajaran Islam adalah tugas utama orang tua, agar kelak menjadi generasi saleh dan salehah.
- Menjaga Keharmonisan: Rutin melakukan kegiatan bersama, saling memberikan kejutan kecil, dan menjaga romantisme akan membantu mempertahankan kehangatan rumah tangga.
- Menjaga Agama: Rumah tangga yang berkah adalah yang menjadikan agama sebagai pondasi utama. Shalat berjamaah, membaca Al-Qur'an bersama, dan saling mengingatkan dalam kebaikan adalah amalan yang sangat dianjurkan.
Kesalahpahaman Umum Seputar Akad Nikah
Ada beberapa kesalahpahaman yang sering terjadi di masyarakat terkait akad nikah:
- Nikah Siri: Banyak yang beranggapan nikah siri (nikah yang tidak dicatat oleh negara) itu sah secara agama. Memang secara rukun dan syarat agama bisa terpenuhi, namun ketiadaan pencatatan menimbulkan banyak masalah hukum dan sosial di kemudian hari, terutama terkait hak-hak istri dan anak. Islam menganjurkan adanya saksi dan pengumuman pernikahan (walimah) sebagai bentuk transparansi. Pencatatan oleh negara juga merupakan bentuk kemaslahatan umat.
- Hanya Cukup Saksi Tanpa Wali: Sebagian kecil masyarakat mungkin masih keliru menganggap cukup adanya saksi tanpa wali. Padahal, wali adalah rukun yang tidak bisa digantikan.
- Mahar Harus Mahal: Ada persepsi bahwa mahar harus mahal dan mewah. Padahal, syariat Islam menganjurkan mahar yang ringan dan tidak memberatkan calon suami, sesuai dengan kemampuannya.
- Memaksakan Pernikahan: Walaupun wali memiliki hak dalam pernikahan anak perempuannya, Islam melarang keras pemaksaan pernikahan tanpa kerelaan anak perempuan.
- Pernikahan Hanya Butuh Cinta: Pernikahan yang langgeng dan berkah membutuhkan lebih dari sekadar cinta. Ia membutuhkan komitmen, tanggung jawab, pengertian, kesabaran, dan yang terpenting, landasan agama yang kuat.
Penutup
Akad nikah adalah pintu gerbang menuju kehidupan berumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Memahaminya secara komprehensif, mulai dari rukun, syarat, hingga prosesi pelaksanaannya, adalah sebuah keharusan bagi setiap Muslim yang hendak melangkah ke jenjang pernikahan.
Dengan niat yang tulus karena Allah, persiapan yang matang, serta pelaksanaan yang sesuai syariat, Insya Allah pernikahan yang dibangun akan mendapatkan keberkahan dan menjadi ladang pahala yang tak terhingga. Semoga artikel ini memberikan pencerahan dan panduan berharga bagi Anda semua yang sedang merencanakan momen suci ini. Ingatlah, pernikahan adalah ibadah seumur hidup, maka jalani dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemudahan dan keberkahan bagi setiap pasangan yang meniti jalan suci pernikahan, menjadikan rumah tangga mereka sebagai surga kecil di dunia, dan penghantar menuju surga di akhirat. Amin.