Memahami Penyebab Alergi Susu: Lebih dari Sekadar Intoleransi

Ilustrasi Tetesan Susu dan Reaksi Tubuh Representasi visual dari alergi susu, menunjukkan protein susu yang memicu respons imun. P IgE Reaksi Orang

Alergi susu sapi adalah salah satu reaksi hipersensitivitas makanan yang paling umum, terutama pada bayi dan anak-anak. Meskipun sering disamakan dengan intoleransi laktosa, alergi susu melibatkan mekanisme yang sama sekali berbeda, yaitu respons dari sistem kekebalan tubuh. Memahami penyebab alergi susu adalah kunci untuk penanganan yang tepat.

Apa Itu Alergi Susu? (Perbedaan dengan Intoleransi)

Alergi susu (atau Alergi Protein Susu Sapi/APSS) terjadi ketika sistem imun secara keliru mengidentifikasi protein yang ada dalam susu—terutama kasein dan whey—sebagai zat berbahaya. Sistem imun kemudian memproduksi antibodi spesifik yang disebut Imunoglobulin E (IgE) sebagai respons pertahanan. Ketika protein susu kembali dikonsumsi, antibodi ini memicu pelepasan histamin dan zat kimia lain yang menyebabkan gejala alergi.

Sebaliknya, intoleransi laktosa adalah masalah pencernaan, bukan respons imun. Intoleransi laktosa terjadi karena kekurangan enzim laktase, yang diperlukan untuk memecah laktosa (gula dalam susu). Gejalanya cenderung terbatas pada masalah gastrointestinal seperti kembung dan diare, tanpa melibatkan sistem kekebalan tubuh.

Faktor Utama Penyebab Alergi Susu

Meskipun mekanisme dasarnya adalah respons imun terhadap protein susu, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi ini:

1. Komponen Protein yang Memicu

Penyebab utama alergi ini adalah reaksi terhadap dua kelompok protein utama dalam susu sapi:

Protein-protein ini seringkali tidak terurai sempurna selama proses pencernaan, sehingga memicu respons imun pada individu yang sensitif.

2. Faktor Genetik dan Riwayat Keluarga

Alergi, secara umum, memiliki komponen genetik yang kuat. Jika salah satu atau kedua orang tua memiliki riwayat alergi—baik itu alergi makanan, asma, atau eksim (dermatitis atopik)—risiko bayi atau anak untuk mengembangkan alergi susu jauh lebih tinggi. Pola pewarisan ini menunjukkan bahwa kecenderungan tubuh untuk menjadi terlalu reaktif terhadap zat non-berbahaya diturunkan secara turun-temurun.

3. Waktu Pemberian Susu Formula pada Bayi

Usus bayi yang belum matang memiliki permeabilitas (kemampuan tembus) yang lebih tinggi dibandingkan usus orang dewasa. Pemberian susu formula berbasis susu sapi terlalu dini pada bayi yang memiliki predisposisi genetik dapat meningkatkan paparan protein susu sebelum sistem pencernaan sempat "beradaptasi" atau toleransi terbentuk secara alami.

4. Perkembangan dan Kematangan Sistem Kekebalan

Sistem kekebalan pada bayi masih dalam tahap perkembangan. Kadang kala, respons imun yang berlebihan terhadap protein susu terjadi karena ketidakseimbangan antara sel-sel kekebalan yang bersifat toleran dan yang bersifat menyerang. Penelitian menunjukkan bahwa paparan terhadap lingkungan yang terlalu "steril" mungkin berperan dalam membuat sistem imun menjadi lebih reaktif terhadap alergen umum seperti susu.

Gejala yang Timbul

Gejala alergi susu bisa bervariasi dari ringan hingga mengancam jiwa (anafilaksis) dan dapat muncul dalam beberapa menit hingga beberapa jam setelah mengonsumsi susu. Gejala umum meliputi:

Penanganan dan Prognosis

Saat ini, satu-satunya cara efektif untuk mengelola alergi susu adalah dengan menghindari total semua produk yang mengandung protein susu sapi. Ini termasuk susu cair, keju, yogurt, mentega, dan produk olahan yang mungkin mengandung residu susu.

Penting untuk dicatat bahwa banyak anak akan mengalami *toleransi* terhadap alergi susu seiring bertambahnya usia. Sekitar 80% anak akan tumbuh besar dan mampu mengonsumsi susu tanpa reaksi pada usia 5 tahun. Dokter biasanya akan merekomendasikan tes provokasi oral (oral food challenge) terkontrol untuk memastikan apakah alergi tersebut sudah hilang sebelum mengizinkan konsumsi susu kembali.

🏠 Homepage