Penyebab Mata Jereng: Panduan Lengkap & Cara Mengatasi

Mata adalah jendela dunia, organ indera yang memungkinkan kita untuk mengamati, berinteraksi, dan memahami lingkungan sekitar. Namun, terkadang ada kondisi yang mengganggu fungsi penglihatan, salah satunya adalah mata jereng atau dalam istilah medis disebut strabismus. Kondisi ini ditandai dengan ketidaksejajaran kedua mata, di mana satu mata mungkin melihat lurus ke depan sementara yang lain menyimpang ke dalam (esotropia), ke luar (exotropia), ke atas (hypertropia), atau ke bawah (hypotropia). Strabismus bukan hanya masalah estetika; ini adalah kondisi medis yang berpotensi menyebabkan gangguan penglihatan permanen jika tidak ditangani dengan baik, terutama pada anak-anak.

Memahami penyebab mata jereng adalah langkah krusial dalam pencegahan, diagnosis dini, dan penanganan yang efektif. Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan strabismus, mulai dari masalah genetik dan perkembangan, gangguan otot mata, masalah saraf, hingga kondisi medis sistemik. Artikel ini akan mengupas tuntas setiap aspek penyebab mata jereng, memberikan pemahaman mendalam tentang mengapa kondisi ini terjadi, bagaimana diagnosisnya dilakukan, dan gambaran umum tentang opsi penanganannya. Dengan pemahaman yang komprehensif, diharapkan kesadaran masyarakat akan pentingnya deteksi dini dan intervensi medis dapat meningkat, sehingga kualitas hidup individu yang terkena dapat diperbaiki.

Anatomi dan Fisiologi Mata Normal: Bagaimana Mata Bekerja Bersama

Sebelum kita menyelami lebih jauh penyebab mata jereng, penting untuk memahami bagaimana mata bekerja secara normal. Mata manusia adalah organ yang luar biasa kompleks, dirancang untuk bekerja secara harmonis demi menghasilkan penglihatan binokular yang tajam dan persepsi kedalaman yang akurat. Koordinasi ini melibatkan banyak komponen, termasuk otot-otot mata, saraf, dan pusat penglihatan di otak.

Struktur Otot Mata Ekstraokular

Setiap mata dikendalikan oleh enam otot ekstraokular: empat otot rektus (medial, lateral, superior, inferior) dan dua otot oblik (superior, inferior). Otot-otot ini melekat pada bagian luar bola mata dan bekerja secara berpasangan untuk menggerakkan mata ke berbagai arah:

  • Muskulus Rektus Medial: Menggerakkan mata ke dalam (adduksi).
  • Muskulus Rektus Lateral: Menggerakkan mata ke luar (abduksi).
  • Muskulus Rektus Superior: Menggerakkan mata ke atas (elevasi) dan sedikit ke dalam.
  • Muskulus Rektus Inferior: Menggerakkan mata ke bawah (depresi) dan sedikit ke dalam.
  • Muskulus Oblik Superior: Menggerakkan mata ke bawah dan ke luar, serta rotasi internal.
  • Muskulus Oblik Inferior: Menggerakkan mata ke atas dan ke luar, serta rotasi eksternal.

Untuk mencapai penglihatan yang fokus pada suatu objek, kedua mata harus bergerak bersama-sama dengan presisi tinggi. Ini berarti otot-otot dari kedua mata harus berkontraksi dan berelaksasi secara sinkron, sebuah proses yang dikenal sebagai koordinasi motilitas mata. Gangguan pada salah satu atau beberapa otot ini, baik karena kelemahan, kelumpuhan, atau kelainan struktural, dapat menyebabkan ketidaksejajaran mata.

Ilustrasi Penjajaran Mata Normal dan Mata Jereng Dua pasang mata, satu menunjukkan penjajaran normal dan satu lagi menunjukkan mata jereng dengan satu mata menyimpang ke dalam. Normal Mata Jereng
Ilustrasi sederhana menunjukkan perbedaan antara mata yang sejajar normal dan mata jereng (esotropia).

Peran Sistem Saraf

Gerakan mata tidak hanya bergantung pada otot, tetapi juga pada sistem saraf yang kompleks. Otak mengirimkan sinyal melalui saraf kranial (terutama saraf okulomotor/III, troklear/IV, dan abdusen/VI) ke otot-otot mata. Saraf-saraf ini memastikan setiap otot berkontraksi dengan kekuatan dan waktu yang tepat. Gangguan pada saraf ini, seperti kelumpuhan atau kerusakan, dapat menyebabkan salah satu atau kedua mata tidak dapat bergerak sesuai perintah, yang berujung pada strabismus.

  • Saraf Okulomotor (Nervus Kranialis III): Mengontrol sebagian besar otot mata (rektus medial, superior, inferior, oblik inferior) serta mengangkat kelopak mata.
  • Saraf Troklear (Nervus Kranialis IV): Mengontrol muskulus oblik superior.
  • Saraf Abdusen (Nervus Kranialis VI): Mengontrol muskulus rektus lateral.

Selain itu, otak juga berperan dalam memproses informasi visual dari kedua mata dan menggabungkannya menjadi satu gambar tiga dimensi yang koheren. Proses ini disebut fusi binokular. Jika mata tidak sejajar, otak mungkin kesulitan melakukan fusi, yang dapat menyebabkan penglihatan ganda (diplopia) atau, pada anak-anak, otak mungkin "mematikan" sinyal dari mata yang menyimpang untuk menghindari kebingungan, sebuah kondisi yang dikenal sebagai ambliopia (mata malas).

Apa itu Mata Jereng (Strabismus)?

Secara medis, strabismus adalah suatu kondisi di mana kedua mata tidak sejajar dan tidak dapat fokus pada objek yang sama secara bersamaan. Seringkali disebut sebagai "mata juling" atau "mata malas" (meskipun mata malas/ambliopia adalah komplikasi strabismus, bukan sinonimnya). Strabismus bisa bersifat konstan (selalu ada) atau intermiten (muncul sesekali), dan bisa mempengaruhi satu mata (unilateral) atau bergantian antara kedua mata (alternating).

Jenis-jenis Strabismus Berdasarkan Arah Penyimpangan

Penyimpangan mata dapat diklasifikasikan berdasarkan arahnya:

  1. Esotropia: Mata menyimpang ke dalam, menuju hidung. Ini adalah jenis yang paling umum, terutama pada anak-anak. Terkadang disebut sebagai "crossed eyes."
  2. Exotropia: Mata menyimpang ke luar, menjauhi hidung. Seringkali terlihat saat anak melamun atau lelah.
  3. Hypertropia: Mata menyimpang ke atas.
  4. Hypotropia: Mata menyimpang ke bawah.

Selain arah, strabismus juga diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya (paralitik, restriktif, inkomitan, komitan) dan apakah sudut penyimpangan berubah tergantung arah pandangan (inkomitan) atau tetap sama (komitan). Pemahaman tentang jenis ini membantu dokter menentukan akar masalah dan rencana penanganan yang paling sesuai.

Dampak dan Komplikasi Strabismus

Selain masalah kosmetik, strabismus dapat memiliki dampak serius pada penglihatan, terutama jika terjadi pada masa kanak-kanak saat sistem visual masih berkembang. Komplikasi utama meliputi:

  • Ambliopia (Mata Malas): Ini adalah komplikasi paling serius. Jika satu mata secara konsisten menyimpang, otak akan menekan sinyal dari mata tersebut untuk menghindari penglihatan ganda. Akibatnya, jalur saraf yang menghubungkan mata yang menyimpang ke otak tidak berkembang dengan baik, menyebabkan penurunan tajam penglihatan di mata tersebut meskipun tidak ada masalah struktural pada mata itu sendiri. Ambliopia harus ditangani sedini mungkin untuk mencegah kehilangan penglihatan permanen.
  • Diplopia (Penglihatan Ganda): Ini lebih sering terjadi pada strabismus yang muncul pada orang dewasa, karena otak mereka sudah terbiasa memproses dua gambar. Ketika mata tidak sejajar, otak menerima dua gambar yang berbeda, menyebabkan penglihatan ganda.
  • Hilangnya Persepsi Kedalaman (Stereopsis): Penglihatan binokular yang baik diperlukan untuk persepsi kedalaman. Strabismus mengganggu kemampuan ini, membuat aktivitas seperti menangkap bola atau mengemudi menjadi lebih sulit.
  • Ketegangan Mata dan Sakit Kepala: Upaya terus-menerus untuk menyelaraskan mata atau mengatasi penglihatan ganda dapat menyebabkan kelelahan mata dan sakit kepala.
  • Dampak Psikososial: Anak-anak dan orang dewasa dengan strabismus mungkin menghadapi ejekan atau merasa malu, yang dapat mempengaruhi harga diri dan interaksi sosial mereka.

Kategori Utama Penyebab Mata Jereng

Penyebab mata jereng sangat bervariasi dan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori besar. Memahami kategori ini sangat penting karena setiap penyebab memerlukan pendekatan diagnostik dan penanganan yang berbeda.

1. Penyebab Kongenital (Bawaan) atau Perkembangan

Banyak kasus strabismus, terutama pada anak-anak, berakar pada masalah yang muncul sejak lahir atau selama masa perkembangan awal.

a. Strabismus Infantil Esotropia (Congenital Esotropia)

Ini adalah jenis strabismus paling umum pada bayi, di mana mata secara konsisten menyimpang ke dalam pada beberapa bulan pertama kehidupan. Meskipun disebut kongenital, seringkali tidak terlihat jelas saat lahir, tetapi berkembang dalam enam bulan pertama. Penyebab pastinya tidak selalu diketahui, tetapi diperkirakan melibatkan ketidakseimbangan neurologis dalam pengendalian gerakan mata. Anak-anak dengan kondisi ini memerlukan intervensi dini untuk mencegah ambliopia berat.

b. Faktor Genetik dan Keturunan

Ada bukti kuat bahwa strabismus memiliki komponen genetik. Jika ada riwayat keluarga strabismus, ambliopia, atau gangguan refraksi yang signifikan, kemungkinan seorang anak mengalami strabismus meningkat. Ini menunjukkan adanya predisposisi genetik yang membuat individu lebih rentan terhadap ketidaksejajaran mata.

c. Gangguan Perkembangan Otak Selama Janin

Perkembangan sistem saraf dan visual yang tidak sempurna selama masa kehamilan dapat berkontribusi pada strabismus. Ini bisa terkait dengan:

  • Kelahiran Prematur: Bayi yang lahir prematur memiliki risiko lebih tinggi mengalami strabismus dan masalah penglihatan lainnya, termasuk retinopati prematuritas (ROP) yang dapat mempengaruhi retina dan menyebabkan strabismus.
  • Berat Badan Lahir Rendah: Mirip dengan prematuritas, berat badan lahir rendah seringkali menjadi indikator perkembangan yang belum matang yang dapat mempengaruhi sistem visual.
  • Paparan Teratogen: Paparan zat-zat berbahaya (seperti alkohol, obat-obatan terlarang, atau infeksi tertentu seperti TORCH) selama kehamilan dapat mengganggu perkembangan otak dan mata janin, menyebabkan berbagai kelainan, termasuk strabismus.

d. Sindrom Neurologis dan Genetik

Beberapa sindrom kongenital dan kondisi neurologis bawaan seringkali disertai dengan strabismus:

  • Sindrom Down: Anak-anak dengan Sindrom Down memiliki insiden strabismus yang jauh lebih tinggi (terutama esotropia dan exotropia) dibandingkan populasi umum.
  • Cerebral Palsy (CP): Kerusakan otak yang terjadi pada masa perkembangan awal dapat mempengaruhi koordinasi otot, termasuk otot mata, menyebabkan strabismus pada sebagian besar penderita CP.
  • Hidrosefalus: Penumpukan cairan di otak dapat memberikan tekanan pada saraf-saraf yang mengendalikan gerakan mata.
  • Spina Bifida: Kelainan perkembangan tulang belakang yang kadang-kadang terkait dengan masalah neurologis yang juga mempengaruhi mata.
  • Sindrom Crouzon, Sindrom Apert: Ini adalah kondisi genetik langka yang mempengaruhi perkembangan tulang tengkorak dan wajah, seringkali disertai dengan strabismus karena struktur orbital yang abnormal.
Ilustrasi Otak dan Jalur Saraf Penglihatan Sketsa sederhana otak dengan jalur saraf yang mengarah ke mata, menyoroti koneksi neurologis yang terlibat dalam penglihatan. Otak (Pusat Kendali) Mata Kiri Mata Kanan Saraf yang Terdampak
Koneksi antara otak dan mata melalui jalur saraf. Kerusakan pada jalur ini bisa menjadi penyebab mata jereng.

2. Penyebab Akuisita (Didapat)

Strabismus juga bisa berkembang di kemudian hari, baik pada anak-anak yang lebih tua maupun orang dewasa. Penyebabnya seringkali terkait dengan kondisi medis yang mendasari.

a. Masalah Otot Mata Ekstraokular

Gangguan langsung pada otot-otot yang menggerakkan mata dapat menyebabkan strabismus.

  • Kelumpuhan Otot (Paresis/Paralysis): Jika saraf yang mengendalikan otot mata rusak, otot tidak akan menerima sinyal yang memadai untuk berkontraksi. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk stroke, tumor, cedera kepala, atau peradangan. Kelumpuhan saraf kranial (III, IV, VI) akan dibahas lebih rinci di bagian selanjutnya.
  • Penyakit Graves (Oftalmopati Tiroid): Ini adalah kondisi autoimun yang terkait dengan tiroid yang terlalu aktif. Pada beberapa orang, sistem kekebalan menyerang otot-otot di sekitar mata, menyebabkan peradangan, pembengkakan, dan akhirnya fibrosis (pengerasan) otot. Otot yang kaku atau bengkak tidak dapat bergerak dengan bebas, menyebabkan mata menonjol (proptosis) dan strabismus, seringkali hypertropia atau hypotropia.
  • Myasthenia Gravis: Ini adalah penyakit autoimun lain di mana tubuh menyerang reseptor pada persimpangan saraf-otot, menyebabkan kelemahan otot berfluktuasi. Otot mata sangat rentan terhadap kondisi ini, seringkali menyebabkan penglihatan ganda dan strabismus yang bervariasi sepanjang hari.
  • Trauma pada Otot Mata: Cedera langsung pada otot mata, misalnya akibat kecelakaan atau operasi sebelumnya, dapat merusak atau membatasi pergerakannya, menyebabkan strabismus restriktif.
  • Fibrosis Otot: Pengerasan jaringan otot dapat terjadi akibat trauma, peradangan kronis, atau kondisi genetik tertentu. Otot yang fibrotik kehilangan elastisitasnya dan tidak dapat meregang atau berkontraksi dengan normal.

b. Masalah Saraf Kranialis yang Mengendalikan Mata

Kerusakan pada saraf-saraf kranial yang bertanggung jawab untuk menggerakkan mata adalah penyebab umum strabismus yang didapat.

  • Kelumpuhan Saraf Okulomotor (Nervus Kranialis III Palsy): Saraf ini mengendalikan sebagian besar otot mata. Kelumpuhan total menyebabkan mata mengarah ke luar dan ke bawah, kelopak mata terkulai (ptosis), dan pupil melebar. Penyebabnya bisa tumor, aneurisma otak, stroke, diabetes, atau cedera kepala.
  • Kelumpuhan Saraf Troklear (Nervus Kranialis IV Palsy): Saraf ini mengendalikan otot oblik superior, yang membantu mata bergerak ke bawah dan ke luar. Kelumpuhan menyebabkan mata menyimpang ke atas (hypertropia). Pasien mungkin memiringkan kepala untuk mengkompensasi penglihatan ganda. Penyebab umum termasuk trauma kepala ringan, kondisi bawaan, atau diabetes.
  • Kelumpuhan Saraf Abdusen (Nervus Kranialis VI Palsy): Saraf ini mengendalikan otot rektus lateral, yang menggerakkan mata ke luar. Kelumpuhan menyebabkan mata menyimpang ke dalam (esotropia) dan kesulitan melihat ke arah samping mata yang terkena. Penyebabnya bisa stroke, tumor, tekanan intrakranial tinggi, diabetes, atau infeksi.

c. Masalah Refraksi (Gangguan Penglihatan)

Gangguan refraksi yang tidak dikoreksi, terutama rabun dekat yang parah (hiperopia), adalah penyebab umum strabismus pada anak-anak.

  • Esotropia Akumodatif: Ini adalah jenis strabismus yang sangat umum pada anak-anak. Anak dengan hiperopia yang tidak terkoreksi harus bekerja lebih keras untuk fokus pada objek dekat. Proses akomodasi (penyesuaian lensa mata) secara alami terkait dengan konvergensi (mata bergerak ke dalam). Jika seorang anak harus mengakomodasi secara berlebihan, mereka mungkin juga akan mengkonvergen secara berlebihan, menyebabkan mata mereka menyimpang ke dalam (esotropia). Dengan pemberian kacamata yang tepat untuk mengoreksi hiperopia, strabismus ini seringkali dapat diperbaiki sepenuhnya.
  • Anisometropia: Kondisi ini terjadi ketika ada perbedaan kekuatan refraksi yang signifikan antara kedua mata. Otak mungkin kesulitan memfokuskan kedua mata secara bersamaan, dan jika satu mata memiliki penglihatan yang jauh lebih buruk, otak mungkin memilih untuk "mematikan" mata tersebut, yang bisa menyebabkan mata itu menyimpang.

d. Penyakit Mata Lainnya

Berbagai penyakit atau kondisi yang mempengaruhi struktur mata itu sendiri dapat mengganggu penglihatan dan menyebabkan strabismus.

  • Katarak: Kekekeruhan lensa mata dapat menghalangi cahaya mencapai retina, menyebabkan penglihatan yang buruk di mata yang terkena. Jika terjadi pada masa kanak-kanak, penglihatan yang buruk ini dapat mengganggu perkembangan visual normal dan menyebabkan ambliopia serta strabismus.
  • Retinoblastoma: Ini adalah jenis kanker mata yang langka namun serius pada anak-anak. Tumor dapat mengganggu penglihatan di mata yang terkena, yang dapat menyebabkan strabismus sebagai salah satu tanda awalnya (seringkali esotropia).
  • Retinopati Prematuritas (ROP): Seperti yang disebutkan, ROP adalah penyakit mata yang menyerang bayi prematur. Pertumbuhan pembuluh darah abnormal di retina dapat menyebabkan jaringan parut dan ablasio retina, yang secara fisik dapat menarik bola mata keluar dari posisinya yang benar, menyebabkan strabismus.
  • Glaucoma Kongenital: Peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sejak lahir dapat merusak saraf optik dan menyebabkan penglihatan buruk, yang berujung pada strabismus.
  • Ablasio Retina: Terlepasnya retina dari posisi normalnya dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang signifikan, yang pada gilirannya dapat memicu strabismus karena otak tidak dapat memproses gambar yang jelas dari mata yang terkena.
  • Luka atau Trauma pada Mata: Cedera langsung pada bola mata atau struktur di sekitarnya dapat merusak otot, saraf, atau bahkan mata itu sendiri, menyebabkan strabismus.

e. Kondisi Medis Sistemik dan Neurologis

Banyak kondisi medis yang mempengaruhi seluruh tubuh atau sistem saraf pusat dapat bermanifestasi sebagai strabismus.

  • Stroke: Stroke dapat merusak area otak yang mengendalikan gerakan mata atau saraf kranial yang memasok otot-otot mata, menyebabkan strabismus akut dan penglihatan ganda.
  • Diabetes Mellitus: Kadar gula darah tinggi yang tidak terkontrol dapat merusak pembuluh darah kecil yang memasok saraf kranial, menyebabkan kelumpuhan saraf okulomotor, troklear, atau abdusen (neuropati diabetik). Ini seringkali menyebabkan strabismus yang tiba-tiba dan dapat sembuh sendiri seiring waktu dengan kontrol gula darah yang baik.
  • Multiple Sclerosis (MS): Penyakit autoimun ini menyerang selubung mielin saraf di otak dan sumsum tulang belakang. Kerusakan pada saraf yang mengendalikan gerakan mata sering menyebabkan penglihatan ganda dan strabismus yang berfluktuasi.
  • Tumor Otak: Tumor yang tumbuh di dekat saraf kranial, pusat kendali gerakan mata di batang otak, atau di jalur saraf dapat memberikan tekanan atau merusak struktur ini, menyebabkan strabismus.
  • Cedera Kepala (Trauma Kranioserebral): Cedera kepala, bahkan yang ringan, dapat menyebabkan kerusakan pada saraf kranial atau pusat otak yang mengendalikan gerakan mata, seringkali menyebabkan kelumpuhan saraf atau strabismus post-trauma.
  • Penyakit Parkinson: Meskipun strabismus bukan gejala utama, beberapa pasien Parkinson mungkin mengalami masalah koordinasi mata karena degenerasi neurologis.

f. Trauma Fisik

Trauma fisik pada area mata atau kepala dapat langsung menyebabkan strabismus.

  • Fraktur Orbital: Patah tulang di rongga mata (orbita) dapat menjebak otot mata, membatasi pergerakannya, dan menyebabkan strabismus restriktif.
  • Cedera Langsung pada Otot Mata: Seperti yang disebutkan, cedera tusuk atau benturan keras dapat merusak integritas otot mata.

g. Strabismus Iatrogenik/Pasca-Operasi

Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, strabismus dapat muncul setelah operasi mata lainnya, seperti operasi katarak atau operasi retina. Ini bisa terjadi karena kerusakan tidak sengaja pada otot mata, jaringan parut, atau efek samping lainnya dari prosedur bedah.

h. Idiopatik (Penyebab Tidak Diketahui)

Meskipun kemajuan dalam diagnosis, masih ada kasus strabismus di mana penyebab spesifiknya tidak dapat diidentifikasi secara pasti. Kasus-kasus ini diklasifikasikan sebagai idiopatik.

Faktor Risiko Mata Jereng

Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami strabismus. Mengetahui faktor-faktor ini dapat membantu dalam skrining dan deteksi dini.

  • Riwayat Keluarga: Adanya anggota keluarga yang menderita strabismus, ambliopia, atau kelainan refraksi berat secara signifikan meningkatkan risiko.
  • Kelahiran Prematur atau Berat Lahir Rendah: Bayi yang lahir terlalu cepat atau dengan berat badan kurang memiliki sistem visual yang belum matang dan lebih rentan terhadap masalah mata.
  • Kondisi Neurologis: Anak-anak dengan Cerebral Palsy, Sindrom Down, hidrosefalus, atau tumor otak memiliki risiko lebih tinggi.
  • Penyakit Sistemik: Diabetes yang tidak terkontrol dan penyakit tiroid (Penyakit Graves) adalah faktor risiko utama untuk strabismus yang didapat pada orang dewasa.
  • Kelainan Refraksi Signifikan: Hiperopia yang tidak terkoreksi pada anak-anak adalah faktor risiko kuat untuk esotropia akomodatif. Anisometropia juga meningkatkan risiko.
  • Penyakit Mata Lainnya: Kondisi seperti katarak kongenital, retinoblastoma, atau retinopati prematuritas dapat menyebabkan strabismus sekunder.

Gejala dan Tanda Mata Jereng

Mata jereng seringkali terlihat jelas, tetapi ada juga gejala lain yang mungkin muncul, terutama pada anak-anak yang mungkin belum bisa mengkomunikasikan masalah penglihatan mereka.

  • Mata Tidak Sejajar: Ini adalah tanda paling jelas. Satu mata menyimpang ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah. Penyimpangan bisa konstan atau intermiten.
  • Penglihatan Ganda (Diplopia): Lebih sering terjadi pada strabismus yang muncul pada usia dewasa. Anak-anak biasanya mengabaikan gambar dari mata yang menyimpang untuk menghindari diplopia, yang dapat menyebabkan ambliopia.
  • Mata Lelah atau Ketegangan Mata: Usaha untuk menyelaraskan mata atau mengatasi penglihatan ganda dapat menyebabkan kelelahan dan ketidaknyamanan.
  • Sakit Kepala: Terutama di daerah dahi atau di sekitar mata, akibat ketegangan mata.
  • Kesulitan Fokus: Terutama pada objek dekat atau saat membaca.
  • Memiringkan Kepala, Memutar Wajah, atau Menyipitkan Mata: Ini adalah upaya kompensasi yang dilakukan oleh individu untuk mendapatkan penglihatan yang lebih baik atau untuk menghindari penglihatan ganda, terutama pada kelumpuhan saraf tertentu.
  • Sensitivitas Terhadap Cahaya (Fotofobia): Terkadang terjadi, terutama pada kasus exotropia intermiten.
  • Ambliopia (Mata Malas): Penglihatan yang buruk di satu mata karena otak mengabaikan input visual dari mata yang menyimpang.
  • Hilangnya Persepsi Kedalaman: Sulit memperkirakan jarak, yang dapat menyebabkan kesulitan dalam aktivitas seperti menangkap bola atau mengemudi.

Diagnosis Mata Jereng

Diagnosis strabismus memerlukan pemeriksaan mata yang komprehensif oleh dokter mata atau ahli strabismus (oftalmologis pediatrik untuk anak-anak). Diagnosis yang akurat sangat penting untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasari dan merencanakan penanganan yang tepat.

  1. Riwayat Medis dan Keluarga: Dokter akan menanyakan tentang gejala yang dialami, kapan mulai muncul, apakah ada riwayat keluarga strabismus atau penyakit mata lainnya, serta riwayat kesehatan umum.
  2. Pemeriksaan Visus (Ketajaman Penglihatan): Untuk menilai seberapa baik setiap mata melihat. Pada anak-anak, ini bisa dilakukan dengan berbagai metode non-verbal.
  3. Pemeriksaan Refraksi: Menggunakan tetes mata untuk melebarkan pupil dan melumpuhkan otot akomodasi, dokter akan mengukur kelainan refraksi (rabun jauh, rabun dekat, astigmatisme) yang mungkin menjadi penyebab strabismus.
  4. Pemeriksaan Motilitas Mata: Dokter akan mengamati bagaimana mata bergerak ke berbagai arah (atas, bawah, samping, diagonal) untuk menilai kekuatan dan koordinasi otot mata.
  5. Tes Cover-Uncover dan Alternating Cover Test: Ini adalah tes kunci untuk mendiagnosis dan mengukur strabismus. Dokter akan menutup dan membuka salah satu mata secara bergantian sambil pasien menatap suatu objek. Pergerakan mata yang tertutup atau terbuka akan menunjukkan adanya penyimpangan dan jenis strabismusnya.
  6. Tes Hirschberg: Dokter akan menyorotkan cahaya ke mata pasien dan mengamati pantulan cahaya pada kornea kedua mata. Jika pantulan tidak simetris, ini menunjukkan adanya strabismus.
  7. Pemeriksaan Funduskopi: Melihat bagian belakang mata (retina dan saraf optik) untuk mencari tanda-tanda penyakit mata lain seperti katarak, retinoblastoma, atau retinopati.
  8. Pemeriksaan Neurologis: Jika dicurigai penyebab neurologis (seperti kelumpuhan saraf, tumor), dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan neurologis yang lebih rinci atau merujuk ke ahli saraf.
  9. Pencitraan (MRI/CT Scan): Dalam kasus di mana tumor, aneurisma, stroke, atau kondisi neurologis lainnya dicurigai sebagai penyebab, pencitraan otak atau orbita mungkin diperlukan untuk visualisasi struktur internal.
  10. Tes Darah: Untuk mengidentifikasi kondisi sistemik seperti diabetes atau penyakit tiroid yang dapat menyebabkan strabismus.

Penanganan Mata Jereng (Gambaran Umum)

Penanganan strabismus sangat bervariasi tergantung pada penyebab, jenis, dan tingkat keparahannya, serta usia pasien. Tujuan utamanya adalah untuk meluruskan mata, mengembalikan penglihatan binokular, dan mencegah atau mengatasi ambliopia.

  1. Kacamata atau Lensa Kontak: Jika penyebabnya adalah masalah refraksi (misalnya, esotropia akomodatif karena hiperopia), koreksi penglihatan dengan kacamata yang tepat seringkali sudah cukup untuk meluruskan mata.
  2. Terapi Oklusi (Penutup Mata) atau Penalization: Digunakan untuk mengobati ambliopia. Mata yang lebih kuat ditutup dengan penutup mata (patch) selama beberapa jam setiap hari untuk memaksa mata yang ambliop untuk bekerja dan mengembangkan penglihatannya. Penalization melibatkan penggunaan tetes mata atropin di mata yang lebih baik untuk mengaburkan penglihatannya, mendorong mata yang ambliop untuk bekerja.
  3. Latihan Mata (Orthoptics): Latihan khusus dapat membantu meningkatkan koordinasi dan fokus mata, terutama pada kasus exotropia intermiten atau insufisiensi konvergensi.
  4. Injeksi Botulinum Toxin (Botox): Injeksi ini dapat disuntikkan ke otot mata yang terlalu aktif untuk melemahkannya sementara, memungkinkan otot yang berlawanan untuk menguat. Ini sering digunakan pada strabismus yang baru muncul, strabismus paralitik, atau sebagai alternatif untuk operasi pada kasus tertentu.
  5. Operasi Otot Mata (Strabismus Surgery): Ini adalah penanganan umum untuk strabismus yang tidak dapat diperbaiki dengan metode lain. Dokter bedah akan menyesuaikan panjang atau posisi satu atau lebih otot ekstraokular untuk mengubah penjajaran mata. Operasi ini dapat menguatkan otot yang lemah atau melemahkan otot yang terlalu kuat. Seringkali, lebih dari satu operasi mungkin diperlukan.
  6. Penanganan Kondisi Medis yang Mendasari: Jika strabismus disebabkan oleh penyakit sistemik (seperti diabetes atau tiroid) atau kondisi neurologis (tumor, stroke), penanganan kondisi tersebut sangat penting. Misalnya, kontrol gula darah yang ketat untuk diabetes atau operasi untuk menghilangkan tumor.

Penting untuk diingat bahwa penanganan strabismus pada anak-anak harus dilakukan sedini mungkin untuk mencegah ambliopia permanen. Semakin cepat strabismus terdeteksi dan diobati, semakin baik prognosisnya untuk perkembangan penglihatan yang normal.

Pencegahan dan Pentingnya Deteksi Dini

Meskipun tidak semua jenis strabismus dapat dicegah, deteksi dini dan intervensi cepat sangat penting untuk meminimalkan dampaknya dan mencegah komplikasi serius seperti ambliopia.

  • Pemeriksaan Mata Rutin pada Anak: Semua anak harus menjalani pemeriksaan mata komprehensif pada usia dini, idealnya pada usia 6 bulan, 3 tahun, dan sebelum masuk sekolah, bahkan jika tidak ada tanda-tanda masalah. Ini memungkinkan deteksi dini strabismus, ambliopia, atau kelainan refraksi yang perlu dikoreksi.
  • Pemberian Kacamata yang Tepat: Jika anak didiagnosis dengan kelainan refraksi seperti hiperopia, pemberian kacamata yang tepat secara konsisten dapat mencegah atau memperbaiki esotropia akomodatif.
  • Manajemen Penyakit Sistemik: Pada orang dewasa, manajemen yang baik terhadap kondisi seperti diabetes atau penyakit tiroid dapat membantu mencegah komplikasi neurologis atau okular yang menyebabkan strabismus.
  • Kesadaran Orang Tua dan Pendidik: Orang tua dan pengasuh harus waspada terhadap tanda-tanda strabismus, seperti ketidaksejajaran mata yang jelas, anak sering memiringkan kepala, menyipitkan mata, atau mengeluh penglihatan ganda, dan segera mencari evaluasi medis jika gejala ini muncul.
  • Perlindungan Mata: Mencegah trauma mata atau kepala juga merupakan langkah pencegahan, meskipun tidak selalu mungkin.

Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang strabismus dan pentingnya pemeriksaan mata pada anak-anak adalah kunci. Banyak kasus ambliopia yang dapat dicegah jika strabismus didiagnosis dan diobati sebelum jalur visual otak matang sepenuhnya, biasanya sebelum usia 8-10 tahun.

"Mata adalah cermin jiwa, dan kesejajaran mereka mencerminkan koordinasi sempurna antara pikiran dan tubuh. Memahami penyebab ketidaksejajaran adalah langkah pertama menuju penglihatan yang lebih jernih dan kehidupan yang lebih baik."

Studi Kasus Ringkas: Ilustrasi Penyebab yang Berbeda

Untuk lebih memahami bagaimana berbagai penyebab strabismus bermanifestasi, mari kita lihat beberapa studi kasus hipotetis:

Kasus 1: Anak-anak dan Hiperopia
Seorang anak berusia 3 tahun, Budi, sering terlihat menyipitkan mata dan terkadang salah satu matanya terlihat menyimpang ke dalam, terutama saat melihat buku atau benda kecil. Orang tuanya membawa Budi ke dokter mata. Setelah pemeriksaan komprehensif, Budi didiagnosis menderita hiperopia (rabun dekat) yang signifikan dan esotropia akomodatif. Dokter menjelaskan bahwa mata Budi harus bekerja terlalu keras untuk fokus, yang menyebabkan konvergensi berlebihan dan mata menyimpang ke dalam. Dengan resep kacamata yang tepat, mata Budi dapat sejajar kembali dan penglihatannya membaik secara drastis.

Kasus 2: Orang Dewasa dan Neuropati Diabetik
Ibu Ani, 60 tahun, penderita diabetes yang kurang terkontrol, tiba-tiba mengalami penglihatan ganda. Ia menyadari bahwa mata kanannya tidak dapat bergerak ke arah luar seperti biasanya dan terlihat sedikit menyimpang ke dalam. Dokter mendiagnosisnya dengan kelumpuhan saraf abdusen (Nervus Kranialis VI Palsy) akibat neuropati diabetik. Dengan kontrol gula darah yang ketat dan sedikit kesabaran, kelumpuhan saraf Ibu Ani berangsur-angsur membaik dalam beberapa minggu hingga bulan, dan penglihatannya kembali normal tanpa perlu intervensi bedah.

Kasus 3: Strabismus Kongenital dengan Ambliopia
Bayi perempuan bernama Citra, pada usia 6 bulan, menunjukkan mata kirinya selalu menyimpang ke dalam. Orang tuanya khawatir dan segera membawanya ke dokter mata anak. Diagnosis adalah strabismus infantil esotropia. Karena deteksi dini, dokter dapat memulai penanganan segera, termasuk penutup mata pada mata kanan (yang lebih baik) beberapa jam sehari untuk merangsang perkembangan penglihatan pada mata kiri yang ambliop, dan merencanakan operasi otot mata pada usia yang tepat untuk meluruskan mata dan mengembalikan penglihatan binokular. Intervensi dini ini sangat penting untuk mencegah ambliopia berat.

Studi kasus ini menyoroti keragaman penyebab strabismus dan pentingnya pendekatan individual dalam diagnosis dan penanganan. Setiap kasus memiliki karakteristik unik yang memerlukan evaluasi cermat oleh profesional medis.

Kesimpulan

Mata jereng atau strabismus adalah kondisi kompleks dengan berbagai penyebab, mulai dari faktor genetik dan perkembangan, masalah otot dan saraf mata, kelainan refraksi, hingga kondisi medis sistemik. Memahami spektrum penyebab ini adalah kunci untuk diagnosis yang akurat dan penanganan yang efektif. Kondisi ini bukan hanya masalah penampilan, tetapi dapat memiliki dampak serius pada perkembangan penglihatan, terutama pada anak-anak, yang berisiko mengalami ambliopia (mata malas) jika tidak ditangani tepat waktu.

Pentingnya pemeriksaan mata rutin, terutama pada masa kanak-kanak, tidak bisa dilebih-lebihkan. Deteksi dini strabismus dan kondisi yang mendasarinya memungkinkan intervensi cepat melalui kacamata, terapi oklusi, latihan mata, injeksi botox, atau operasi, sehingga penglihatan binokular dapat dipulihkan atau dipertahankan, dan komplikasi jangka panjang dapat diminimalisir. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menunjukkan tanda-tanda mata jereng, sangat penting untuk mencari evaluasi dari dokter mata profesional. Dengan pengetahuan yang tepat dan penanganan yang sesuai, banyak individu dengan strabismus dapat mencapai penglihatan yang baik dan kualitas hidup yang optimal.

🏠 Homepage