Alergi protein susu sapi (APSS) adalah salah satu gangguan pencernaan yang paling umum terjadi pada bayi dan balita. Kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bayi bereaksi berlebihan terhadap protein yang ditemukan dalam susu sapi, seperti kasein atau whey. Mengelola susu alergi sapi memerlukan pemahaman yang baik mengenai gejala, diagnosis, dan alternatif nutrisi yang aman.
Apa Itu Alergi Susu Sapi?
Berbeda dengan intoleransi laktosa, alergi melibatkan respons sistem imun. Gejala alergi susu sapi dapat bervariasi, mulai dari masalah kulit seperti ruam atau eksim, masalah pencernaan seperti muntah, diare, atau kolik berkepanjangan, hingga gejala pernapasan yang lebih serius. Bagi orang tua, mengenali pola gejala ini sangat krusial agar penanganan dini dapat dilakukan.
Penting untuk membedakannya dari intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan tubuh mencerna gula susu (laktosa) karena kekurangan enzim laktase, dan umumnya hanya menyebabkan masalah pencernaan. Sebaliknya, susu alergi sapi melibatkan reaksi alergi yang berpotensi lebih luas dan memerlukan penghindaran total terhadap protein susu sapi.
Diagnosis dan Langkah Awal
Jika Anda mencurigai adanya reaksi terhadap produk olahan susu sapi pada si kecil, langkah pertama adalah berkonsultasi dengan dokter anak atau ahli alergi. Diagnosis seringkali melibatkan riwayat medis mendalam dan kadang tes alergi. Setelah diagnosis ditegakkan, diet eliminasi menjadi fokus utama penanganan.
Penanganan utama untuk kasus susu alergi sapi adalah eliminasi total protein susu sapi dari diet anak. Ini berarti tidak hanya susu cair, tetapi juga semua produk turunan seperti keju, mentega, yogurt, dan bahan tersembunyi dalam makanan olahan.
Alternatif Nutrisi yang Aman
Tantangan terbesar bagi orang tua adalah memastikan anak tetap mendapatkan nutrisi yang cukup tanpa susu sapi. Untungnya, saat ini tersedia banyak pilihan pengganti yang diformulasikan khusus:
- Formula Terhidrolisis Ekstensif (EHF): Protein susu sapi dipecah menjadi bagian yang sangat kecil sehingga sistem imun tidak mengenalinya sebagai alergen. Ini adalah pilihan utama jika anak masih membutuhkan susu formula.
- Formula Berbasis Asam Amino (AAF): Untuk kasus alergi yang sangat parah atau alergi terhadap formula terhidrolisis.
- Formula Non-Susu: Seperti formula berbasis kedelai (hati-hati, beberapa anak alergi susu sapi juga sensitif terhadap kedelai), formula beras, atau formula oat, yang harus selalu di bawah pengawasan dokter.
Untuk anak usia di atas satu tahun yang sudah mengonsumsi makanan padat, pengganti susu bisa berupa susu nabati yang difortifikasi dengan kalsium dan Vitamin D, seperti susu oat atau susu kacang mete, asalkan disetujui oleh ahli gizi. Ingatlah bahwa susu nabati seringkali kekurangan lemak dan protein yang dibutuhkan bayi.
Kewaspadaan dalam Makanan Sehari-hari
Menghindari susu alergi sapi membutuhkan ketelitian saat membaca label makanan. Protein susu dapat tersembunyi dalam berbagai nama. Carilah kata-kata seperti:
- Kasein dan Kaseinat
- Whey
- Laktalbumin
- Ghee (meskipun sering ditoleransi, lebih baik dihindari pada fase awal)
- Buttermilk
Selalu pastikan label mencantumkan peringatan "Mengandung protein susu" jika ada kontaminasi silang selama pemrosesan.
Prognosis dan Harapan
Kabar baiknya, sebagian besar anak yang didiagnosis dengan alergi susu sapi akan mengalami toleransi terhadap protein susu sapi seiring bertambahnya usia, biasanya sebelum usia sekolah dasar. Dokter akan menyarankan tes provokasi oral secara berkala untuk memantau perkembangan ini. Dengan manajemen diet yang tepat dan dukungan nutrisi yang memadai, anak dengan susu alergi sapi dapat tumbuh sehat dan berkembang optimal.