Dalam ajaran Islam, terdapat pedoman hidup yang sangat kaya dan komprehensif, mencakup setiap aspek kehidupan manusia dari yang terkecil hingga yang terbesar. Salah satu warisan berharga dalam Islam adalah Hadits Qudsi. Berbeda dengan Hadits Nabawi yang merupakan perkataan atau perbuatan Nabi Muhammad ﷺ, Hadits Qudsi adalah perkataan Allah subhanahu wa ta'ala yang disampaikan melalui lisan Rasulullah ﷺ, namun redaksinya bukan merupakan bagian dari Al-Qur'an.
Hadits Qudsi memiliki bobot spiritual yang sangat mendalam, karena ia berisi pesan-pesan langsung dari Sang Pencipta kepada hamba-hamba-Nya. Pesan-pesan ini seringkali menyentuh inti hubungan manusia dengan Tuhannya, tujuan penciptaan, dan bagaimana seharusnya seorang mukmin menjalani kehidupannya di dunia fana ini. Salah satu tema sentral yang seringkali tersirat dalam Hadits Qudsi, dan juga dalam Al-Qur'an serta Hadits Nabawi, adalah peringatan terhadap sikap berlebihan dalam mengejar dunia.
Mengejar dunia secara berlebihan bukan berarti menolak kehidupan duniawi atau mengabaikan kebutuhan materi. Islam adalah agama yang menganjurkan keseimbangan. Namun, yang dimaksud dengan "berlebihan" adalah menjadikan dunia sebagai tujuan akhir, mengesampingkan akhirat, dan membiarkan nafsu duniawi menguasai hati dan pikiran, hingga melalaikan kewajiban kepada Allah dan hak-hak sesama makhluk.
Memahami Hadits Qudsi dan Pesannya tentang Dunia
Hadits Qudsi adalah jembatan spiritual yang menghubungkan hamba dengan firman langsung dari Allah Ta'ala. Melalui Hadits Qudsi, kita seringkali diperlihatkan gambaran tentang sifat-sifat Allah yang Maha Agung, rahmat-Nya yang tak terbatas, kebijaksanaan-Nya dalam mengatur segala urusan, serta peringatan dan janji-Nya. Meskipun mungkin tidak ada satu Hadits Qudsi yang secara eksplisit berbunyi "jangan mengejar dunia berlebihan" dalam satu redaksi tunggal, namun esensi dari banyak Hadits Qudsi secara kolektif mengarahkan kita pada pemahaman tersebut.
Banyak Hadits Qudsi menekankan pentingnya hati yang bersih, tawakkal (penyerahan diri sepenuhnya) kepada Allah, qana'ah (merasa cukup), dan mengingat Hari Kiamat. Semua nilai-nilai ini secara inheren bertentangan dengan obsesi terhadap dunia. Ketika Allah berfirman tentang ganjaran bagi mereka yang bertakwa, atau tentang penyesalan orang-orang di akhirat, atau tentang janji-Nya kepada mereka yang mendekatkan diri kepada-Nya, secara tidak langsung Dia mengingatkan kita untuk tidak terperangkap dalam jebakan dunia yang fana.
"Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi." (Potongan dari Hadits Qudsi riwayat Muslim).
Meskipun Hadits ini tidak langsung berbicara tentang dunia, namun sikap mengejar dunia secara berlebihan seringkali menimbulkan kezaliman, baik terhadap diri sendiri (dengan mengabaikan hak akhirat) maupun terhadap orang lain (dengan mengambil hak mereka). Ini menunjukkan bagaimana pesan-pesan ilahi saling terkait dan membentuk kerangka moral yang utuh.
Tema-tema Hadits Qudsi yang berkaitan erat dengan bahaya mengejar dunia secara berlebihan meliputi:
- Kefanaan Dunia: Allah seringkali mengingatkan bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara, tempat ujian, dan bukan tujuan akhir.
- Keseimbangan antara Dunia dan Akhirat: Meskipun tidak secara langsung melarang mencari rezeki, Hadits Qudsi mendorong untuk tidak melupakan akhirat dalam setiap tindakan duniawi.
- Pentingnya Hati: Hati yang bersih dari keterikatan dunia adalah fokus utama, karena Allah melihat hati hamba-Nya.
- Rezeki dan Takdir: Keyakinan bahwa rezeki sudah diatur oleh Allah mengajarkan kita untuk tidak terlalu khawatir dan serakah.
- Hisab (Perhitungan) di Hari Kiamat: Mengingat hisab membuat kita lebih berhati-hati dalam setiap perolehan dan penggunaan harta dunia.
Ilustrasi keseimbangan antara mengejar dunia dan mempersiapkan akhirat.
Definisi Mengejar Dunia Berlebihan
Untuk memahami mengapa Hadits Qudsi menekankan keseimbangan ini, kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan "mengejar dunia berlebihan." Ini bukanlah larangan untuk bekerja, mencari nafkah, atau menikmati karunia Allah di dunia ini. Islam menganjurkan umatnya untuk menjadi produktif, mandiri, dan bahkan kaya, selama kekayaan itu diperoleh secara halal dan digunakan di jalan Allah.
Mengejar dunia berlebihan terjadi ketika:
- Dunia Menjadi Tujuan Utama: Semua ambisi, cita-cita, dan usaha hanya terfokus pada kesenangan, kekayaan, dan status di dunia, tanpa sedikitpun memikirkan implikasi di akhirat.
- Melalaikan Kewajiban Agama: Shalat ditinggalkan, zakat diabaikan, puasa terlewat, dan kewajiban lainnya diremehkan demi mengejar keuntungan materi.
- Mengabaikan Hak Orang Lain: Demi keuntungan pribadi, seseorang rela menzalimi orang lain, mengambil hak mereka, berbuat curang, atau menipu.
- Hati Terikat Kuat pada Materi: Hati tidak lagi merasa puas dengan apa yang dimiliki, selalu merasa kurang, dan diliputi ketakutan kehilangan harta benda. Ini berbeda dengan qana'ah.
- Menjadi Budak Harta: Harta benda yang seharusnya menjadi alat untuk beribadah dan kebaikan, justru membelenggu dan mengendalikan pemiliknya.
- Hilangnya Rasa Syukur: Karena selalu merasa kurang dan ingin lebih, seseorang lupa untuk mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan.
- Takut Miskin Secara Berlebihan: Ketakutan yang melampaui batas akan kemiskinan mendorong seseorang untuk melakukan segala cara, bahkan yang haram, demi mengumpulkan harta.
Sikap ini adalah inti dari penyakit hati yang diperingatkan oleh Allah dalam Hadits Qudsi dan seluruh ajaran Islam. Allah ingin hamba-Nya memiliki hati yang jernih, yang hanya terikat kepada-Nya, dan memandang dunia sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia: ridha Allah dan surga-Nya.
Dampak Negatif Mengejar Dunia Berlebihan
Obsesi terhadap dunia membawa serangkaian dampak negatif yang serius, baik bagi individu maupun masyarakat. Hadits Qudsi dan ajaran Islam lainnya mengingatkan kita tentang konsekuensi dari mengabaikan keseimbangan ini.
Dampak Spiritual dan Kejiwaan:
- Hati Menjadi Keras dan Gelap: Keterikatan pada dunia akan mengeraskan hati, membuatnya sulit menerima nasehat kebaikan, dan jauh dari mengingat Allah. Hati yang seharusnya menjadi tempat bersemayam iman, justru dipenuhi hasrat materi.
- Melemahnya Iman dan Taqwa: Ketika dunia menjadi prioritas, iman akan melemah. Ketaatan menjadi berat, ibadah terasa hambar, dan rasa takut kepada Allah berkurang.
- Hilangnya Ketenangan Jiwa: Orang yang terlalu mengejar dunia akan selalu merasa gelisah, cemas, dan tidak puas. Harta tidak pernah cukup, kesenangan bersifat sementara, dan ketakutan akan kehilangan selalu menghantui.
- Munculnya Penyakit Hati: Hasad (iri hati), dengki, sombong, ujub (bangga diri), cinta kedudukan, dan berbagai penyakit hati lainnya akan tumbuh subur di hati yang terikat pada dunia.
- Kelalaian dalam Beribadah: Waktu yang seharusnya digunakan untuk shalat, membaca Al-Qur'an, berdzikir, atau menuntut ilmu agama, habis untuk mengejar materi.
- Tidak Merasa Cukup (Qana'ah): Orang yang mengejar dunia secara berlebihan tidak akan pernah merasa cukup. Berapapun yang ia miliki, ia akan selalu menginginkan lebih, menjadikannya dalam lingkaran tanpa henti dari ketidakpuasan.
Dampak Sosial:
- Kezaliman dan Eksploitasi: Demi keuntungan dunia, seseorang bisa saja menzalimi orang lain, mengeksploitasi sesama, mengambil hak yang bukan miliknya, bahkan melakukan korupsi.
- Merenggangnya Hubungan Sosial: Fokus pada materi dapat membuat seseorang menjadi egois, kurang peduli terhadap keluarga, tetangga, atau kaum fakir miskin. Solidaritas sosial bisa terkikis.
- Penyebaran Kemaksiatan: Ambisi duniawi yang tak terkendali seringkali menjadi akar dari berbagai kemaksiatan seperti penipuan, riba, pencurian, dan pelanggaran hukum lainnya.
- Terpecahnya Umat: Ketika setiap individu hanya memikirkan keuntungan pribadinya, umat bisa terpecah belah, sulit bersatu dalam kebaikan, dan mudah diadu domba.
Ilustrasi hati yang terikat oleh rantai keserakahan duniawi.
Ajaran Hadits Qudsi dan Keseimbangan Hidup
Meskipun Hadits Qudsi memperingatkan terhadap bahaya mengejar dunia secara berlebihan, ia juga menawarkan solusi dan pedoman untuk mencapai keseimbangan. Inti dari ajaran Hadits Qudsi adalah membangun hubungan yang kuat dengan Allah, karena dari sanalah segala ketenangan dan kebahagiaan sejati berasal.
Fokus pada Allah dan Akhirat:
Dalam banyak Hadits Qudsi, Allah seringkali berbicara tentang kedekatan-Nya dengan hamba-hamba yang mengingat-Nya. Misalnya, Hadits Qudsi yang populer menyatakan, "Allah berfirman: 'Aku sesuai persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya apabila ia mengingat-Ku...'" (HR. Bukhari dan Muslim). Mengingat Allah secara konsisten, baik dalam keadaan senang maupun susah, membantu kita untuk tidak terlalu terikat pada dunia.
Fokus pada akhirat bukan berarti mengabaikan dunia sama sekali. Sebaliknya, ia berarti menjadikan setiap tindakan di dunia ini sebagai investasi untuk kehidupan abadi di akhirat. Bekerja keras untuk mencari rezeki yang halal, menuntut ilmu, berbuat baik kepada sesama, semuanya bisa menjadi ibadah jika niatnya benar dan dilakukan sesuai syariat.
Qana'ah (Merasa Cukup):
Salah satu kunci untuk menghindari keterikatan dunia adalah mengembangkan sifat qana'ah. Qana'ah adalah merasa cukup dan puas dengan apa yang Allah berikan, tanpa menghilangkan keinginan untuk berusaha dan menjadi lebih baik. Ia adalah ketenangan hati yang lahir dari keyakinan penuh akan rezeki Allah dan takdir-Nya.
Hadits Qudsi seringkali menekankan bahwa Allah adalah Maha Pemberi Rezeki. Jika hati kita dipenuhi keyakinan ini, maka kita tidak akan terlalu cemas terhadap urusan dunia. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya..." (QS. Hud: 6). Keyakinan ini diperkuat dalam pesan-pesan Hadits Qudsi yang menggarisbawahi kebijaksanaan Allah dalam memberi dan menahan rezeki.
Tawakkal (Penyerahan Diri kepada Allah):
Tawakkal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal. Ini adalah pilar penting dalam menjaga keseimbangan hidup. Orang yang tawakkal tidak akan terlalu khawatir tentang masa depan duniawinya, karena ia tahu bahwa Allah adalah sebaik-baik Pengatur.
Hadits Qudsi mengajarkan kita bahwa Allah akan mencukupi kebutuhan hamba-Nya yang benar-benar bertawakkal. Jika kita mencurahkan seluruh energi kita untuk akhirat dan hanya menggunakan dunia sebagai sarana, Allah akan mengatur urusan dunia kita. Ini adalah janji yang menghibur dan menghilangkan beban kecemasan duniawi.
Zuhd (Sederhana dan Tidak Terikat Hati):
Zuhd seringkali disalahpahami sebagai meninggalkan dunia dan menjadi fakir. Padahal, zuhd dalam Islam berarti tidak terikat hati kepada dunia, meskipun ia memiliki dunia. Ia berarti menempatkan dunia di tangan, bukan di hati. Seseorang bisa saja kaya raya, namun hatinya zuhud, tidak terpengaruh oleh harta tersebut, dan menggunakannya di jalan Allah.
Hadits Qudsi mendorong kita untuk membersihkan hati dari cinta dunia yang berlebihan, karena Allah melihat hati dan amal hamba-Nya. Hati yang zuhud adalah hati yang lapang, yang tidak merasa sedih ketika kehilangan dunia dan tidak terlalu gembira ketika mendapatkannya, karena ia tahu bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Muhasabah Diri (Introspeksi):
Secara berkala, seorang mukmin perlu melakukan muhasabah, yaitu mengevaluasi dirinya sendiri. Apakah fokus hidupnya sudah benar? Apakah ia sudah memenuhi hak Allah dan hak sesama? Apakah hatinya sudah terlalu condong ke dunia? Muhasabah adalah alat penting untuk mengoreksi diri dan kembali ke jalur yang benar sesuai bimbingan Hadits Qudsi dan ajaran Islam.
Kisah-Kisah Inspiratif dari Hadits Qudsi
Meskipun Hadits Qudsi bukanlah narasi kisah seperti Hadits Nabawi, namun pesan-pesan dalamnya seringkali diungkapkan dalam bentuk dialog antara Allah dan hamba-Nya, yang secara implisit mengandung pelajaran moral yang mendalam.
Misalnya, Hadits Qudsi yang berbicara tentang pentingnya berdzikir dan mengingat Allah. Allah berfirman: "Barangsiapa mengingat-Ku di dalam dirinya, niscaya Aku akan mengingatnya di dalam Diri-Ku. Dan barangsiapa mengingat-Ku di tengah keramaian, niscaya Aku akan mengingatnya di tengah keramaian yang lebih baik dari mereka." (HR. Bukhari dan Muslim). Pesan ini menunjukkan bahwa kedekatan dengan Allah adalah tujuan utama, dan dunia seharusnya tidak mengalihkan kita dari tujuan tersebut. Jika hati senantiasa mengingat Allah, maka keterikatan pada dunia akan berkurang.
Ada juga Hadits Qudsi yang menggambarkan keagungan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang bertaubat, terlepas dari dosa-dosa yang telah dilakukan. "Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau selama engkau berdoa kepada-Ku dan mengharap kepada-Ku, Aku akan mengampuni dosa-dosamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu setinggi langit kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu..." (HR. Tirmidzi). Pesan ini memberikan harapan besar, namun juga mengingatkan bahwa fokus utama hidup adalah memperbaiki diri dan kembali kepada Allah, bukan terlena dengan dunia dan melupakan akhirat.
Pesan-pesan ini secara kolektif membentuk sebuah panduan hidup yang utuh. Mereka mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati bukanlah pada apa yang kita kumpulkan di dunia, melainkan pada kedekatan kita dengan Sang Pencipta. Dunia ini hanyalah ladang untuk menanam benih-benih kebaikan yang akan kita panen di akhirat kelak.
Mengingat Allah dan berdoa sebagai sumber ketenangan di tengah hiruk pikuk dunia.
Strategi Mengelola Dunia dengan Perspektif Hadits Qudsi
Setelah memahami bahaya mengejar dunia berlebihan dan ajaran Hadits Qudsi tentang keseimbangan, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan tentang meninggalkan dunia, tetapi tentang mengelolanya dengan bijak, menjadikan setiap tindakan duniawi bernilai akhirat.
1. Niat yang Benar:
Setiap amal perbuatan harus diawali dengan niat yang benar. Ketika bekerja, niatkan untuk mencari rezeki halal agar bisa beribadah dengan tenang, menafkahi keluarga, dan membantu sesama. Niatkan untuk menjadi muslim yang kuat dan mandiri, bukan semata-mata untuk mengumpulkan harta dan kekuasaan. Niat yang murni mengubah aktivitas duniawi menjadi ibadah yang berpahala.
2. Prioritaskan Kewajiban Agama:
Jadikan shalat sebagai prioritas utama. Ketika adzan berkumandang, hentikan aktivitas duniawi Anda dan bersegeralah menunaikan shalat. Ini adalah cara praktis untuk menunjukkan bahwa Allah lebih utama daripada segala urusan dunia. Demikian pula dengan zakat, puasa, haji (jika mampu), dan kewajiban lainnya. Jangan biarkan pekerjaan atau urusan dunia menghalangi Anda dari kewajiban ini.
3. Sisihkan Harta di Jalan Allah:
Hadits Qudsi seringkali menekankan bahwa Allah mencintai orang-orang yang berinfak. "Wahai anak Adam, berinfaklah, niscaya Aku akan berinfak kepadamu (memberimu rezeki)." (HR. Bukhari dan Muslim). Menginfakkan sebagian harta, baik dalam bentuk zakat, sedekah, maupun wakaf, adalah cara efektif untuk membersihkan harta dan hati dari keterikatan dunia. Ini juga merupakan investasi terbaik untuk akhirat.
4. Kembangkan Sikap Qana'ah dan Zuhud:
Latih hati untuk merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Syukuri setiap nikmat, sekecil apapun itu. Hindari perbandingan yang tidak sehat dengan orang lain yang memiliki lebih. Pahami bahwa harta adalah titipan dan ujian. Zuhud berarti tidak membiarkan harta mengendalikan diri Anda, tetapi Anda yang mengendalikan harta untuk tujuan yang lebih tinggi.
5. Perbanyak Dzikir dan Membaca Al-Qur'an:
Dzikir (mengingat Allah) dan membaca Al-Qur'an adalah makanan bagi jiwa. Keduanya membantu menjaga hati tetap hidup, tenang, dan terhubung dengan Allah. Semakin banyak kita berdzikir dan membaca Al-Qur'an, semakin kuat benteng hati kita dari godaan dunia. Ini selaras dengan Hadits Qudsi tentang Allah yang membersamai hamba-Nya yang mengingat-Nya.
6. Mencari Ilmu Agama:
Ilmu agama adalah cahaya yang menerangi jalan. Dengan ilmu, kita dapat membedakan antara yang hak dan batil, antara yang prioritas dan yang sekunder. Ilmu membantu kita memahami hikmah di balik ajaran Islam, termasuk pentingnya keseimbangan antara dunia dan akhirat. Mempelajari Hadits Qudsi secara mendalam akan memberikan pemahaman yang lebih kaya tentang pandangan Allah terhadap kehidupan dunia.
7. Muhasabah (Introspeksi Diri) Rutin:
Luangkan waktu setiap hari untuk mengevaluasi diri. Tanyakan pada diri sendiri: "Apa yang telah saya lakukan hari ini? Apakah tindakan saya mendekatkan saya kepada Allah atau menjauhkan saya? Apakah saya sudah adil dalam menggunakan waktu dan harta saya? Apakah hati saya sudah terlalu terikat pada dunia?" Muhasabah yang jujur akan menjadi korektor yang ampuh.
8. Berteman dengan Orang Shalih:
Lingkungan dan pertemanan sangat mempengaruhi perilaku dan pola pikir kita. Bergaul dengan orang-orang yang memiliki fokus akhirat akan menginspirasi kita untuk melakukan hal yang sama. Mereka akan mengingatkan kita ketika kita mulai melenceng dan mendukung kita dalam kebaikan. Sebaliknya, berteman dengan orang yang hanya berorientasi dunia dapat menyeret kita ke dalam kubangan keserakahan.
9. Mengingat Kematian dan Akhirat:
Mengingat kematian adalah salah satu penasihat terbaik. Setiap makhluk hidup pasti akan mati. Apa yang akan kita bawa setelah mati? Harta, pangkat, jabatan, semuanya akan ditinggalkan. Yang tersisa hanyalah amal shaleh. Mengingat akhirat dan hisab akan membuat kita lebih berhati-hati dalam setiap langkah dan lebih termotivasi untuk mengumpulkan bekal terbaik.
Kompas hidup yang mengarahkan hati pada akhirat, bukan hanya dunia.
Kesimpulan: Keseimbangan adalah Kunci
Ajaran Islam, yang diperkaya dengan pesan-pesan mendalam dari Hadits Qudsi, tidak pernah mengajarkan untuk meninggalkan dunia sepenuhnya. Sebaliknya, Islam mendorong kita untuk mengambil bagian di dunia ini, memanfaatkannya, dan menikmati karunia Allah, namun dengan satu syarat: jangan sampai dunia menguasai hati dan melalaikan kita dari tujuan akhir kehidupan, yaitu akhirat.
Hadits Qudsi berfungsi sebagai pengingat langsung dari Allah Ta'ala bahwa Dia Maha Melihat, Maha Mengetahui, dan akan menghisab setiap amal perbuatan hamba-Nya. Pesan-pesan ini menyentuh inti fitrah manusia yang cenderung mencintai dunia, dan memberikan peringatan serta bimbingan untuk menjaga hati tetap bersih dan fokus pada-Nya.
Mengejar dunia secara berlebihan adalah penyakit hati yang menyebabkan kegelisahan, keserakahan, kezaliman, dan pada akhirnya, penyesalan di akhirat. Sebaliknya, hidup dengan perspektif Hadits Qudsi—dengan qana'ah, tawakkal, zuhud, niat yang benar, dan selalu mengingat Allah—akan membawa ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat.
Mari kita jadikan setiap langkah di dunia ini sebagai ibadah, setiap perolehan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan setiap waktu sebagai kesempatan untuk menanam benih-benih kebaikan. Dengan demikian, kita dapat mencapai keseimbangan hidup yang sempurna, sebagaimana yang diajarkan oleh Hadits Qudsi dan seluruh ajaran Islam yang mulia.